What is the resonance phenomena?

The use of both capacitive and inductive devices in distribution systems leads to resonance phenomena, resulting in extremely high or low impedance values. These variations in impedance modify the current and voltage in the distribution system. Here we will discuss only parallel-resonance phenomena, which are the most frequent. Consider the simplified diagram below, showing an installation made up of:

  1. A transformer supplying power,
  2. Linear loads,
  3. Non-linear loads causing harmonic currents,
  4. Power factor correction capacitors.

Simplified diagram of installation of power transformer, linear and 
non linear loads and power factor correction capacitors

Harmonics have a major economic impact on installations in that they cause:

  1. Higher energy bills,
  2. Premature ageing of equipment,
  3. Drops in productivity

Harmonic-analysis – The equivalent diagram

Resonance occurs when the denominator 1-LsCω2 approaches zero. The corresponding frequency is called the resonant frequency of the circuit. At this frequency, the impedance is at its maximum value, resulting in considerable voltage harmonics and consequently major voltage distortion. This voltage distortion is accompanied by the circulation of harmonic currents in the Ls + C circuit which are greater than the injected harmonic currents.

The distribution system and the power factor correction capacitors are subjected to considerable harmonic currents, resulting in the risk of overloads.

 

Sumber : EEP

Beda potensial itu apa yah…!!

Beda potensial adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan berapa besar gaya elektrostatik yang terjadi diantara dua bermuatan. Jika suatu benda bermuatan berada diantara dua benda yang memiliki beda potensial, benda bermuatan tersebut akan bergerak ke salah satu arah tergantung pada polaritas dari benda tersebut.

Jika suatu elektron berada diantara benda bermuatan negatif dan benda bermuatan positif, hal ini terjadi dikarenakan oleh beda potensial tersebut mendorong elektron ke arah benda bermuatan positif. Elektron tersebut menjadi muatan negatif, yang akan ditolak benda bermuatan negatif dan ditarik benda bermuatan positif, seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Beda potensial antara dua benda bermutan

Dalam kaitannya dengan medan elektrostatik, muatan listrik mempunyai kemampuan untuk melakukan kerja dengan menarik atau menolak suatu partikel yang bermuatan. Kemampuan untuk melakukan kerja ini yang disebut “potensial”. Oleh karena itu, jika suatu medan berbeda dari yang lain, akan ada suatu beda potensial diantaranya. Jumlah beda potensial dari seluruh partikel bermuatan dalam medan elektrostatik disebut dengan gaya gerak listrik (GGL).

Voltage (Tegangan)

Satuan dasar pengukuran beda potensia adalah volt (simbol V) dan karena satuan volt yang digunakan, beda potensial disebut tegangan. Suatu benda bermuatan listrik ditentukan dengan jumlah elektron yang diperoleh atau hilang. Karena sangat besarnya jumlah elektron yang pindah maka disebut dengan “coulomb” digunakan untuk menjelaskan muatan. Satu coulomb sama dengan 6.28 x 1018 elektron.

Sebagai contoh, jika suatu benda memperoleh satu coulomb muatan negatif, sama halnya diperoleh 6.280.000.000.000.000.000 elektron. Volt dijelaskan sebagai perbedaan potensial yang menyebabkan satu coulomb arus melakukan satu joule pekerjaan.

Volt juga didefenisikan sebagai banyaknya gaya yang dibutuhkan untuk memaksa satu ampere arus melewati satu ohm resistansi.

 

Sumber: Electrical Engineering Portal

Magnetism

Logam oksida logam tertentu dan memiliki kemampuan untuk menarik logam lain. Properti ini disebut magnetisme, dan bahan-bahan yang memiliki properti ini disebut magnet. Beberapa magnet yang ditemukan secara alami sedangkan yang lain harus dibuat.

Magnet adalah hasil dari elektron berputar pada sumbu mereka sendiri di sekitar inti (Gambar 1).


Gambar 1 Elektron Spinning Sekitar Inti Menghasilkan Medan Magnet

Bahan magnetik, atom memiliki daerah tertentu yang disebut domain. Domain ini diselaraskan sedemikian rupa sehingga elektron mereka cenderung berputar ke arah yang sama (Gambar 2).

Gambar 2 Magnetic Domain

Penyesuaian hasil ini domain dalam pembentukan kutub magnet pada setiap akhir magnet. Tiang ini disebut kutub utara dan kutub selatan. Hukum menyatakan magnet yang seperti kutub magnet mengusir dan tidak seperti kutub magnet menarik satu sama lain (Gambar 3).

Gambar 3 The Law of Attraction magnetik dan Repulsion

Magnetic Flux

Kelompok garis-garis medan magnet yang dipancarkan keluar dari kutub utara magnet disebut flux magnetik. Simbol untuk fluks magnetik adalah   (phi). Satuan SI untuk fluks magnetik adalah weber (Wb). Satu weber adalah sama dengan 1 x 108 garis-garis medan magnet.

Contoh: Jika fluks magnet (phi) memiliki 5.000 baris, menemukan jumlah webers.

Phi = (5000 baris) / (1 x 108 garis / Wb) = (5 x 10 ^ 3) / 10 ^ 8 = 50 x 10 ^ -6 Wb = 50 μWb

Magnetic Flux Density

kerapatan fluks magnetik adalah jumlah fluks magnet per satuan luas bagian, tegak lurus terhadap arah fluks. Persamaan (1) adalah representasi matematis dari kerapatan fluks magnet.

B = phi / A … … .. (1)

mana
B = kerapatan fluks magnet di teslas (T)
phi = fluks magnet di webers (Wb)
A = luas dalam meter persegi (m ^ 2)

Hasilnya adalah bahwa unit SI untuk kepadatan flux webers per meter persegi (Wb / m ^ 2). Satu weber per meter persegi sama dengan satu tesla.

Contoh: Cari kerapatan fluks dalam tesla, ketika fluks adalah 800 μWb dan daerah itu 0,004 m ^ 2
Diketahui: phi = 800 μWb = 8 x 10 ^-4Wb
A = 0,0004 m ^ 2 = 4 x 10 ^-4m ^ 2
B = phi / A Wb -4 = 8 x 10 ^ / 4 x 10 ^-4m ^ 2 = 2 Wb / m ^ 2

Bahan magnetik

Bahan magnetik adalah bahan-bahan yang dapat baik tertarik atau ditolak oleh magnet dan dapat magnet sendiri. Bahan magnetik yang paling sering digunakan adalah besi dan baja. Sebuah magnet permanen terbuat dari bahan magnetik yang sangat keras, seperti baja kobal, yang menyimpan magnet untuk jangka waktu yang lama ketika bidang magnetizing dihapus. Sebuah magnet sementara adalah bahan yang tidak akan mempertahankan daya tarik bila lapangan akan dihapus.

Permeabilitas (μ) mengacu pada kemampuan suatu material untuk berkonsentrasi garis fluks magnetik. Bahan-bahan yang dapat mudah magnet yang dianggap memiliki permeabilitas yang tinggi. permeabilitas relatif adalah rasio permeabilitas bahan terhadap permeabilitas dari sebuah vakum (μo).
Simbol untuk permeabilitas relatif μR (mu).

μR = μo / μo, dimana μo = 4 x 3.14 x 10 ^-7H / m … … (2).

bahan magnetik diklasifikasikan sebagai magnet atau bukan magnetik berdasarkan sifat yang sangat magnetik dari besi. Karena bahan magnetik bahkan lemah dapat melayani tujuan yang berguna dalam beberapa aplikasi, klasifikasi termasuk tiga kelompok dijelaskan di bawah ini.

Bahan Ferromagnetik : Beberapa jenis material ferromagnetic yang digunakan adalah besi, baja, nikel, kobalt, dan paduan komersial, Alnico dan peralloy. Ferrites adalah bukan magnetik, namun memiliki sifat feromagnetik dari besi. Ferrites terbuat dari bahan keramik dan memiliki permeabilitas relatif yang berkisar dari 50 sampai 200. Mereka umumnya digunakan dalam kumparan untuk RF (frekuensi radio) transformer.

Bahan paramagnetik : Ini adalah bahan-bahan seperti aluminium, platina, mangan, dan kromium. Bahan-bahan ini memiliki permeabilitas relatif sedikit lebih dari satu.
Bahan Diamagnetic: Ini adalah bahan seperti bismut, antimon, tembaga, seng, raksa, emas, dan perak. Bahan-bahan ini memiliki permeabilitas relatif kurang dari satu.

Bahan Diamagnetic : Ini adalah bahan seperti bismut, antimon, tembaga, seng, raksa, emas, dan perak. Bahan-bahan ini memiliki permeabilitas relatif kurang dari satu.

Elektromagnetisme

Hubungan antara magnet dan arus listrik ditemukan oleh seorang ilmuwan Denmark bernama Oersted tahun 1819. Ia menemukan bahwa jika sebuah arus listrik disebabkan mengalir melalui konduktor, konduktor menghasilkan medan magnet sekitar yang konduktor (Gambar 4).

Gambar 4 Medan Magnet Diproduksi oleh arus di sebuah konduktor

Polaritas sebuah konduktor Single

Sebuah cara mudah untuk menentukan hubungan antara aliran arus melalui konduktor dan arah garis gaya magnetik di sekitar konduktor adalah aturan kiri untuk konduktor membawa arus, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5. Siswa harus memastikan bahwa aturan kiri berlaku untuk contoh ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 5 Waktu-tangan Aturan untuk kini tercatat Konduktor

Medan Magnet dan Polaritas Coil sebuah

Bending sebuah konduktor langsung ke loop memiliki dua hasil: (1) garis-garis medan magnet menjadi lebih padat berada di dalam loop, dan (2) semua baris di dalam loop tersebut membantu dalam arah yang sama. Bila suatu konduktor dibentuk menjadi beberapa loop, itu dianggap sebuah kumparan. Untuk menentukan polaritas coil, menggunakan aturan tangan kiri untuk gulungan (Gambar 6).

Menambahkan dalam inti besi sebuah kumparan akan meningkatkan kerapatan fluks. Polaritas inti besi akan sama seperti yang dilakukan oleh kumparan. kini mengalir dari sisi negatif dari sumber tegangan, melalui koil, dan kembali ke sisi positif sumber (Gambar 7).


Gambar 6 Waktu-tangan untuk Cari Peraturan Kutub Utara dari sebuah elektromagnet

Magnetomotive Angkatan

gaya Magnetomotive (mmf) adalah kekuatan medan magnet dalam kumparan kawat. Hal ini tergantung pada seberapa banyak arus berubah dari koil:, lebih saat ini semakin kuat medan magnet, ternyata lebih dari kawat, semakin terkonsentrasi garis-garis gaya. Waktu saat ini jumlah putaran kumparan dinyatakan dalam satuan yang disebut “ampere-berubah” (At), juga dikenal sebagai mmf. Persamaan (3) adalah representasi matematis untuk ampere-turning (At).
Fm = ampere-ternyata = NI … … … (3)

mana
Fm = magnetomotive gaya (mmf)
N = jumlah putaran
I = arus

Contoh: Hitunglah amper-ternyata untuk kumparan dengan 1000 berubah dan mA 5 saat ini.
N = 1000 berbalik dan I = 5 mA
pengganti
N = 1000 berbalik dan I = 5 x 10 ^ -3
NI = 1000 (5 x 10 ^ -3) = 5 At

Lapangan Intensitas

Ketika sebuah kumparan dengan jumlah tertentu ampere-ternyata ditarik untuk dua kali panjang, intensitas medan magnet, atau konsentrasi garis magnet yang gaya, akan setengah besar. Oleh karena itu, intensitas medan tergantung pada panjang koil. Persamaan (1-14) adalah representasi matematis untuk intensitas lapangan, yang berkaitan dengan gaya magnetomotive seperti yang ditunjukkan.

H = FM / L = NI / L … … … … … … .. (4)
mana
H = intensitas lapangan, At / m
NI = ampere-turning (At)
L = panjang antara kutub coil (m)
FM = Magnetomotive gaya (mmf)

Contoh 1: Temukan intensitas medan dari gilirannya 80, 20 coil cm, dengan 6A arus.
Solusi:
N = 80, I = 6A, dan NI = 480 At
H = 480At/ 0.2 m = 2400 At / m

Contoh 2: Jika kumparan yang sama dalam Contoh 1 itu harus membentang hingga 40 cm dengan panjang kawat dan arus tetap sama, menemukan nilai baru intensitas lapangan.
Solusi:
N = 80, I = 6A, dan NI = 480At
H = 480At / 0,4 m = 1200 At/ m
Contoh 3: 20 cm koil digunakan dalam Contoh 1 dengan arus yang sama sekarang luka di sekitar inti besi 40 cm panjangnya. Temukan intensitas lapangan.
Solusi:
N = 80, I = 6A, dan NI = 480 At
H = 480 At / 0,4 m = 1200 At / m

*) Perhatikan bahwa intensitas lapangan untuk Contoh 2 dan 3 adalah sama.

Gambar 7 Bentuk fisik yang berbeda elektromagnet

Reluktansi

Oposisi terhadap produksi fluks dalam suatu material disebut reluktansi, yang sesuai dengan perlawanan. Simbol untuk reluktansi adalah R, dan memiliki satuan ampere-putaran tiap weber (At / wb).
Reluktansi terkait untuk memaksa magnetomotive, mmf, dan fluks, phi, dengan hubungan yang ditunjukkan dalam persamaan (5).

R = mmf / phi ……..( 5)

Reluktansi berbanding terbalik dengan permeabilitas (μ). Inti Besi memiliki permeabilitas yang tinggi dan, karenanya, reluktansi rendah. Udara memiliki permeabilitas rendah dan, oleh karena itu, reluktansi tinggi. Secara umum, berbagai jenis bahan memiliki nilai yang berbedareluktansi(Gambar 25). celah udara adalah ruang udara di antara dua kutub magnet. Karena udara memiliki reluktansi yang sangat tinggi, ukuran celah udara mempengaruhi nilai reluktansi: semakin pendek celah udara, semakin kuat lapangan di celah. Udara bukan magnetik dan tidak akan berkonsentrasi garis magnet. Celah udara besar hanya menyediakan ruang bagi garis magnetik untuk menyebar.

Magnetic Circuits

Apa sirkuit magnetik? Untuk lebih memahami sirkuit magnetik, pemahaman dasar dari kualitas fisik sirkuit magnetik akan diperlukan.

Sebuah sirkuit magnetik dapat dibandingkan dengan sebuah arus listrik yang EMF, atau tegangan, menghasilkan arus. The ampere-turning (NI), atau gaya magnetomotive ( mmf), akan menghasilkan fluks magnet phi  (Gambar 1). mmf ini dapat dibandingkan dengan EMF, dan fluks (phi) dapat dibandingkan dengan saat ini. Persamaan (1) adalah representasi matematis kekuatan magnetomotive diturunkan menggunakan Hukum Ohm, I = E / R.

phi =mmf / R … … …. (1)
mana
phi = fluks magnetik, Wb
Fm = magnetomotive gaya (mmf) At
R =Reluktansi, At/Wb


Gambar 1 Magnetic Current with Closed Iron Path

Persamaan (2) adalah representasi matematika untuk reluktansi.

R = L / μA … … … … … … … …. (2)
mana
R = reluktansi, At / Wb
L = panjang kumparan, m
μ = permeabilitas bahan magnetik,(T-m)/At
A = luas penampang koil, m ^ 2

Contoh:

A coil has an mmf of 600 At, and a reluctance of 3 x 10^6 At/Wb.
Find the total flux phi.
Solusi:
fluks phi = mmf / R = 600At / (3 x 10 ^ 6 At / Wb) = 200 x 10 ^ -6 Wb = 200 μWb

Kurva Magnetisasi (B-H)
Kurva magnetisasi (Gambar 2) menunjukkan berapa banyak kerapatan fluks (B)yang  dihasilkan dari peningkatan intensitas fluks (H). Kurva pada Gambar 2 adalah untuk dua jenis inti besi lunak diplot untuk nilai-nilai tertentu. Kurva untuk soft iron 1 menunjukkan bahwa kerapatan fluks B meningkat pesat dengan peningkatan intensitas fluks H, sebelum inti jenuh (saturasi) atau mengembangkan “lutut.” Setelah itu, peningkatan intensitas fluks H memiliki pengaruh yang kecil atau tidak ada pada densitas fluks besi B. Soft iron 2 membutuhkan peningkatan yang jauh lebih besar di fluks intensitas H sebelum mencapai tingkat kejenuhan(saturasi) yang pada H = 5000 At / m, B = 0,3 T.

Udara, yang bukan magnetik, memiliki profil B-H sangat rendah, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.


Gambar Curve 2 BH Khas untuk Dua Jenis Besi Soft

Permeabilitas (μ) dari material magnetik adalah rasio B- H. Persamaan (3) adalah representasi matematis untuk permeabilitas bahan magnetik.

μ = B / H … … … (3)

Nilai rata-rata permeabilitas diukur dimana titik jenuh, atau lutut, yang pertama kali didirikan. Gambar 2 menunjukkan bahwa permeabilitas normal atau rata-rata untuk dua besi sebagai berikut.

µ soft iron 1 = B / H = 0.2 / 2000 = 1 x 10^-4 (T m)/At
µ soft iron 2 = B / H = 0.3 / 5000 = 6 x 10^-5 (T m)/At

Dalam satuan SI, permeabilitas vakum adalah μo = 4 x 3.14 x 10 ^ -7 H / m atau 1,26 x 10 ^ -6 atau Tm / At (phi=3.14). Dalam rangka untuk menghitung permeabilitas, nilai permeabilitas relatif μr harus dikalikan dengan μo. Persamaan (4) adalah representasi matematika untuk permeabilitas.

μ = μr x μo … … … … … (4).

Contoh:

Carilah permeabilitas bahan yang memiliki permeabilitas relatif dari 100.
μ = μr x μo = 100 (1,26 x 10 ^ -6) = 126 x 10 ^ -6 (m T) / At

Histeresis
Bila arus di koil berbalik arah ribuan kali per detik, histeresis dapat menyebabkan banyak kehilangan energi. Histeresis didefinisikan sebagai “tertinggal.” Fluks magnetik dalam inti besi tertinggal gaya magnetisasi.


Gambar 3 histeresis Loop untuk Bahan Magnetik

The hysteresis loop adalah serangkaian kurva yang menunjukkan karakteristik bahan magnetik (Gambar 3). Lawan arah arus akan menghasilkan arah berlawanan intensitas fluks ditampilkan sebagai + H dan-H. Diseberang polaritas juga ditampilkan untuk kerapatan fluks sebagai + B atau-B. mulai saat ini di pusat (nol) ketika tidak mengalami magnetisasi. H Positif meningkatkan nilai B ke titik saturasi, atau + Bmax, seperti yang ditunjukkan oleh garis putus-putus. Kemudian H menurun ke nol, tapi B jatuh ke nilai Br karena histeresis. Dengan membalikkan arus asli, H sekarang menjadi negatif. B turun ke nol dan terus ke-Bmax. Sebagai penurunan nilai-nilai H (kurang negatif), B berkurang ke-Br ketika H adalah nol. Dengan ayunan positif saat ini, H sekali lagi menjadi positif, menghasilkan saturasi di + Bmax. Histeresis loop selesai. loop tidak kembali ke nol karena histeresis. Nilai + Br atau-Br, yang adalah densitas fluks yang tersisa setelah gaya magnet adalah nol, disebut retentivity dari bahan magnetik. Nilai-Hc, yang merupakan kekuatan yang harus diterapkan dalam arah sebaliknya untuk mengurangi kepadatan fluks ke nol, disebut kekuatan koersif material. Semakin besar area di dalam loop histeresis, semakin besar kerugian histeresis.

Induksi magnetik
induksi elektromagnetik ditemukan oleh Michael Faraday pada tahun 1831. Faraday menemukan bahwa jika sebuah konduktor “memotong” garis-garis gaya magnet, atau jika garis-garis gaya magnet memotong melintasi sebuah konduktor, tegangan, atau EMF, diinduksi ke konduktor. Pertimbangkan magnet dengan garis-garis gaya dari Kutub Utara ke Kutub Selatan (Gambar 4). Sebuah konduktor C, yang dapat bergerak di antara kutub magnet, tersambung ke galvanometer G, yang dapat mendeteksi kehadiran tegangan, atau EMF. Bila konduktor tidak bergerak, nol EMF ditunjukkan oleh galvanometer .

Jika konduktor bergerak di luar medan magnet pada posisi 1, nol EMF masih ditandai dengan galvanometer. Bila konduktor dipindahkan ke posisi 2, garis gaya magnet akan dipotong oleh konduktor, dan galvanometer akan bias titik A. Pindah konduktor ke posisi 3 akan menyebabkan galvanometer untuk kembali ke nol. Dengan membalik arah di mana konduktor dipindahkan (3 sampai 1), hasil yang sama adalah melihat, tetapi polaritas berlawanan. Jika kita terus konduktor diam dalam garis gaya magnetik, pada posisi 2, galvanometer menunjukkan nol. Fakta ini menunjukkan bahwa harus ada gerakan relatif antara konduktor dan garis-garis gaya magnetik dalam rangka untuk merangsang EMF.


Gambar 4 Induced EMF

Aplikasi yang paling penting dari gerak relatif terlihat pada generator listrik. Dalam sebuah generator DC, elektromagnet tersebut diatur dalam rangka silinder. Konduktor, dalam bentuk gulungan, yang diputar pada inti seperti yang terus-menerus kumparan memotong garis gaya magnetik. Hasilnya adalah tegangan induksi di masing-masing konduktor. Konduktor ini dihubungkan secara seri, dan tegangan induksi ditambahkan bersama-sama untuk menghasilkan tegangan output generator.

Hukum Faraday Induksi Voltage
Besarnya tegangan induksi bergantung pada dua faktor: (1) jumlah putaran kumparan, dan (2) seberapa cepat memotong konduktor di garis gaya magnetik, atau fluks. Persamaan (5) adalah representasi matematis Hukum Faraday dari Induced Voltage.

Vind = N (delta.phi / )…….( delta.t…….. 5)

Mana
Vind tegangan = induksi, V
N = jumlah belitan dalam kumparan
delta.phi / delta.t = tingkat di mana memotong fluks di konduktor, Wb / s

Contoh 1:

Diketahui: Fluks = 4 Wb. fluks seragam meningkat hingga 8 Wb dalam jangka waktu 2 detik. Cari tegangan induksi dalam kumparan yang memiliki 12 putaran, jika kumparan stasioner di medan magnet.
Solusi:
Vind = N (d.phi / dt)
delta.phi 8Wb = – 4Wb = 4Wb
dt = 2s
kemudian
delta.phi / delta.t = 4Wb/2s = 2Wb / s
Vind = -12 (2) = -24 volt

Contoh 2:

Pada Contoh 1, apa tegangan induksi, jika fluks tetap 4 Wb setelah 2s?
Solusi:
Vind = -12 (0 / 2) = 0 Volts

*) Tidak ada tegangan induksi dalam Contoh 2.

Ini menegaskan prinsip bahwa gerak relatif harus ada antara konduktor dan fluks dalam rangka untuk menginduksi tegangan.

Hukum Lenz
Hukum Lenz menentukan polaritas tegangan induksi. tegangan induksi memiliki polaritas yang akan menentang perubahan menyebabkan induksi. Ketika arus mengalir karena tegangan induksi, medan magnet dibentuk sekitar konduktor tersebut sehingga medan magnet konduktor bereaksi dengan medan magnet eksternal. Ini menghasilkan tegangan induksi untuk menentang perubahan dalam medan magnet eksternal. Tanda negatif pada persamaan (5) merupakan indikasi bahwa ggl berada dalam arah seperti untuk menghasilkan arus yang fluks, jika ditambahkan ke fluks asli, akan mengurangi besarnya ggl tersebut.

Fenomena Frekwensi Listrik

Berbicara mengenai frekwensi listrik tidak lepas dari analisa dari pembangkit listrik/generator, karena sumbernya dari situ. Bagi yg non electrical yg masih kurang faham apa itu frekwensi saya coba kasih gambaran disini.

Frekwensi sebenarnya adalah karakteristik dari tegangan yg dihasilkan oleh generator. Jadi kalau dikatakan frekwensi 50 hz, maksudnya tegangan yg dihasilkan suatu generator berubah-ubah nilainya terhadap waktu, nilainya berubah secara berulang-ulang sebanyak 50 cycle setiap detiknya. jadi tegangan dari nilai nol ke nilai maksimum (+) kemudian nol lagi dan kemudian ke nilai maksimum tetapi arahnya berbalik (-) dan kemudian nol lagi dst (kalau digambarkan secara grafik akan membentuk gelombang sinusoidal) dan ini terjadi dalam waktu yg cepat sekali, 50 cycle dalam satu detik. Jadi kalau kita perhatikan beban listrik seperti lampu, sebenarnya sudah berulang kali tegangan nya hilang (alias nol) tapi karena terjadi dalam waktu yg sangat cepat maka lampu tersebut tetap hidup.

Jadi kalau kita amati fenomena ini dan mencoba bereksperimen, coba kita buat seandainya kalau frekwensinya rendah, kita ambil yg konservatif misalnya 1 hz, apa yg terjadi maka setiap satu detik tegangan akan hilang dan barulah kelihatan lampu akan hidup-mati secara berulang-ulang seperti lampu flip-flop (lihat animasi disebelah kanan).

Dari analisa diatas kita bisa tarik kesimpulan bahwa untuk kestabilan beban listrik dibutuhkan frekwensi yg tinggi supaya tegangan menjadi benar-benar halus (tidak terasa hidup-matinya). Nah sekarang timbul pertanyaan kenapa 50 hz atau 60 hz kenapa gak dibuat saja yg tinggi sekalian 100 hz atau 1000 hz biar benar-benar halus. untuk memahami ini terpaksa kita harus menelusuri analisa sampai ke generatornya. Tegangan yg berfrekwensi ini yg biasa disebut juga tegangan bolak-balik (alternating current) atau VAC, frekwensinya sebanding dengan putaran generator. Secara formula N = 120f/P
N = putaran (rpm)
f = frekwensi (hz)
P = jumlah kutub generator, umumnya P = 4

Dengan menggunakan rumus diatas, untuk menghasilkan frekwensi 50 hz maka generator harus diputar dengan putaran N = 1500 rpm, dan untuk menghasilkan frekwensi 60 hz maka generator perlu diputar dengan putaran 1800 rpm, jadi semakin kencang kita putar generatornya semakin besarlah frekwensinya. Nah setelah itu apa masalahnya? kenapa gak kita putar saja generatornya dengan putaran super kencang biar menghasilkan frekwensi yg besar sehingga tegangan benar2 halus. Kalau kita ingin memutar generator maka kita membutuhkan turbine, semakin tinggi putaran yg kita inginkan maka semakin besarlah daya turbin yg dibutuhkan, dan selanjutnya semakin besarlah energi yg dibutuhkan untuk memutar turbin. Kalau sumber energinya uap maka makin banyaklah uap yg dibutuhkan, dan makin besar jumlah bahan bakar yg dibutuhkan, dst dst.

Para produsen generator maupun turbine tentunya mempunyai batasan dan tentunya setelah para produsen bereksperimen puluhan tahun dengan mempertimbangkan segala sudut teknis maka dibuatlah standard yangg 50 hz dan 60 hz itu, yg tentunya dinilai cukup efektif untuk kestabilan beban dan effisien dari sisi teknis maupun ekonomis. Eropa menggunakan 50 hz dan Amerika menggunakan 60 hz. Setelah adanya standarisasi maka semua peralatan listrik di desain mengikuti ketentuan ini. Jadi logikanya kalau 50 hz atau 60 hz saja sudah mampu membuat lampu tidak kelihatan kedap-kedip untuk apalagi dibuat frekwensi lebih tinggi yg akan memerlukan turbine super kencang dan sumber energi lebih banyak sehingga tidak efisien.

Baik tegangan maupun frekwensi dari generator bisa berubah-ubah besarnya berdasarkan range dari beban nol ke beban penuh. sering kita temui spesifikasi menyebutkan tegangan plus minus 10% dan frekwensi plus minus 5%. Ini artinya sistim supplai listrik/generator harus di desain pada saat beban penuh tegangan tidak turun melebihi 10% dan pada saat beban nol tegangan tidak naik melebihi 10%, begitu juga dengan frekwensi.

History Of Power Frequency

Many different power frequencies were used in the 19th century. Very early isolated AC generating schemes used arbitrary frequencies based on convenience for steam engine, water turbine and electrical generator design. Frequencies between 16⅔ Hz and 133⅓ Hz were used on different systems. For example, the city of Coventry, England, in 1895 had a unique 87 Hz single-phase distribution system that was in use until 1906. The proliferation of frequencies grew out of the rapid development of electrical machines in the period 1880 through 1900. In the early incandescent lighting period, single-phase AC was common and typical generators were 8-pole machines operated at 2000 RPM, giving a frequency of 133 cycles per second.

Though many theories exist, and quite a few entertaining urban legends, there is little certitude in the details of the history of 60 Hz vs 50 Hz.

The German company AEG (descended from a company founded by Edison in Germany) built the first German generating facility to run at 50 Hz, allegedly because 60 was not a preferred number. AEG’s choice of 50 Hz is thought by some to relate to a more “metric-friendly” number than 60. At the time, AEG had a virtual monopoly and their standard spread to the rest of Europe. After observing flicker of lamps operated by the 40 Hz power transmitted by the Lauffen-Frankfurt link in 1891, AEG raised their standard frequency to 50 Hz in 1891.

Westinghouse Electric decided to standardize on a lower frequency to permit operation of both electric lighting and induction motors on the same generating system. Although 50 Hz was suitable for both, in 1890 Westinghouse considered that existing arc-lighting equipment operated slightly better on 60 Hz, and so that frequency was chosen.[5] Frequencies much below 50 Hz gave noticeable flicker of arc or incandescent lighting. The operation of Tesla’s induction motor required a lower frequency than the 133 Hz common for lighting systems in 1890. In 1893 General Electric Corporation, which was affiliated with AEG in Germany, built a generating project at Mill Creek, California using 50 Hz, but changed to 60 Hz a year later to maintain market share with the Westinghouse standard.

25 Hz origins

The first generators at the Niagara Falls project, built by Westinghouse in 1895, were 25 Hz because the turbine speed had already been set before alternating current power transmission had been definitively selected. Westinghouse would have selected a low frequency of 30 Hz to drive motor loads, but the turbines for the project had already been specified at 250 RPM. The machines could have been made to deliver 16⅔ Hz power suitable for heavy commutator-type motors but the Westinghouse company objected that this would be undesirable for lighting, and suggested 33⅓ Hz. Eventually a compromise of 25 Hz, with 12 pole 250 RPM generators, was chosen. Because the Niagara project was so influential on electric power systems design, 25 Hz prevailed as the North American standard for low-frequency AC.

40 Hz origins

A General Electric study concluded that 40 Hz would have been a good compromise between lighting, motor, and transmission needs, given the materials and equipment available in the first quarter of the 20th Century. Several 40 Hz systems were built. The Lauffen-Frankfurt demonstration used 40 Hz to transmit power 175 km in 1891. A large interconnected 40 Hz network existed in north-east England (the Newcastle-upon-Tyne Electric Supply Company, NESCO) until the advent of the National Grid (UK) in the late 1920s, and projects in Italy used 42 Hz. The oldest continuously-operating commercial hydroelectric power plant in the United States, at Mechanicville, New York, still produces electric power at 40 Hz and supplies power to the local 60 Hz transmission system through frequency changers. Industrial plants and mines in North America and Australia sometimes were built with 40 Hz electrical systems which were maintained until too uneconomic to continue. Although frequencies near 40 Hz found much commercial use, these were bypassed by standardized frequencies of 25, 50 and 60 Hz preferred by higher volume equipment manufacturers.

Standardization

In the early days of electrification, so many frequencies were used that no one value prevailed (London in 1918 had 10 different frequencies). As the 20th century continued, more power was produced at 60 Hz (North America) or 50 Hz (Europe and most of Asia). Standardization allowed international trade in electrical equipment. Much later, the use of standard frequencies allowed interconection of power grids. It wasn’t until after World War II with the advent of affordable electrical consumer goods that more uniform standards were enacted.

In Britain, implementation of the National Grid starting in 1926 compelled the standardization of frequencies among the many interconnected electrical service providers. The 50 Hz standard was completely established only after World War II.

Because of the cost of conversion, some parts of the distribution system may continue to operate on original frequencies even after a new frequency is chosen. 25 Hz power was used in Ontario, Quebec, the northern USA, and for railway electrification. In the 1950s, many 25 Hz systems, from the generators right through to household appliances, were converted and standardized. Some 25 Hz generators still exist at the Beck 1 and Rankine generating stations near Niagara Falls to provide power for large industrial customers who did not want to replace existing equipment; and some 25 Hz motors and a 25 Hz electrical generator power station exist in New Orleans for floodwater pumps. Some of the metre gauge railway lines in Switzerland operate at 16⅔ Hz, which can obtained from the local 50 Hz 3 phase power grid through frequency converters.

In some cases, where most load was to be railway or motor loads, it was considered economic to generate power at 25 Hz and install rotary converters for 60 Hz distribution.Converters for production of DC from alternating current were larger and more efficient at 25 Hz compared with 60 Hz. Remnant fragments of older systems may be tied to the standard frequency system via a rotary converter or static inverter frequency changer. These allow energy to be interchanged between two power networks at different frequencies, but the systems are large, costly, and consume some energy in operation.

Rotating-machine frequency changers used to convert between 25 Hz and 60 Hz systems were awkward to design; a 60 Hz machine with 24 poles would turn at the same speed as a 25 Hz machine with 10 poles, making the machines large, slow-speed and expensive. A ratio of 60/30 would have simplified these designs, but the installed base at 25 Hz was too large to be economically opposed.

In the United States, the Southern California Edison company had standardized on 50 Hz. Much of Southern California operated on 50 Hz and did not completely change frequency of their generators and customer equipment to 60 Hz until around 1948. Some projects by the Au Sable Electric Company used 30 Hz at transmission voltages up to 110,000 volts in 1914.

In Mexico, areas operating on 50 Hz grid were converted during the 1970s, uniting the country under 60 Hz.

In Japan, the western part of the country (Kyoto and west) uses 60 Hz and the eastern part (Tokyo and east) uses 50 Hz. This originates in the first purchases of generators from AEG in 1895, installed for Tokyo, and General Electric in 1896, installed in Osaka.

Utility Frequencies in Use in 1897 in North America
Cycles Description
140 Wood arc-lighting dynamo
133 Stanley-Kelly Company
125 General Electric single-phase
66.7 Stanley-Kelly company
62.5 General Electric “monocyclic”
60 Many manufacturers, becoming “increasing common” in 1897
58.3 General Electric Lachine Rapids
40 General Electric
33 General Electric at Portland Oregon for rotary converters
27 Crocker-Wheeler for calcium carbide furnaces
25 Westinghouse Niagara Falls 2-phase – for operating motors

Even by the middle of the 20th century, utility frequencies were still not entirely standardized at the now-common 50 Hz or 60 Hz. In 1946, a reference manual for designers of radio equipment listed the following now obsolete frequencies as in use. Many of these regions also had 50 cycle, 60 cycle or direct current supplies.

Frequencies in Use in 1946 (As well as 50 Hz and 60 Hz)
Cycles Region
25 Canada (Southern Ontario), Panama Canal Zone(*), France, Germany, Sweden, UK, China, Hawaii,India, Manchuria,
40 Jamaica, Belgium, Switzerland, UK, Federated Malay States, Egypt, West Australia(*)
42 Czechoslovakia, Hungary, Italy, Monaco(*), Portugal, Romania, Yugoslavia, Libya (Tripoli)
43 Argentina
45 Italy, Libya (Tripoli)
76 Gibraltar(*)
100 Malta(*), British East Africa

Where regions are marked (*), this is the only utility frequency shown for that region.

 

Banyak frekuensi daya yang berbeda digunakan pada abad ke-19. Sangat awal AC terisolasi skema menghasilkan frekuensi yang digunakan sewenang-wenang berdasarkan kenyamanan untuk mesin uap, turbin air dan desain generator listrik. Frekuensi antara 16 ⅔ Hz dan 133 Hz ⅓ digunakan pada sistem yang berbeda. Misalnya, kota Coventry, Inggris, pada tahun 1895 memiliki 87 unik Hz fasa-tunggal sistem distribusi yang digunakan sampai 1906. Perkembangan frekuensi tumbuh dari pesatnya perkembangan mesin listrik pada periode 1880 sampai 1900. Pada periode awal lampu pijar, satu-fasa AC adalah biasa dan generator khas adalah mesin 8-tiang dioperasikan pada 2000 RPM, memberikan frekuensi 133 siklus per detik.

Meskipun banyak teori ada, dan tidak sedikit legenda kota menghibur, ada kepastian sedikit rincian sejarah 60 Hz vs 50 Hz.

Perusahaan Jerman AEG (turun dari sebuah perusahaan yang didirikan oleh Edison di Jerman) membangun fasilitas pembangkit pertama Jerman untuk berjalan pada 50 Hz, diduga karena 60 bukan nomor pilihan. pilihan AEG’s 50 Hz dianggap oleh beberapa orang untuk berhubungan dengan nomor lebih “metrik-ramah” dari 60. Pada saat itu, AEG memiliki monopoli virtual dan menyebar standar mereka ke seluruh Eropa. Setelah mengamati kedipan lampu dioperasikan oleh kekuatan Hz 40 ditularkan oleh link Lauffen-Frankfurt pada tahun 1891, AEG mengangkat standar frekuensi mereka untuk 50 Hz pada tahun 1891.

Westinghouse Electric memutuskan untuk membakukan pada frekuensi yang lebih rendah untuk memungkinkan pengoperasian baik penerangan listrik dan motor induksi pada sistem pembangkit yang sama. Meskipun 50 Hz cocok untuk kedua, pada tahun 1890 Westinghouse menganggap bahwa ada busur-perlengkapan penerangan dioperasikan sedikit lebih baik pada 60 Hz, dan frekuensi yang dipilih. [5] Frekuensi jauh di bawah 50 Hz memberikan penerangan terlihat berkedip busur atau pijar. Pengoperasian motor induksi Tesla diperlukan frekuensi yang lebih rendah dari 133 Hz umum untuk sistem pencahayaan pada tahun 1890. Pada tahun 1893 General Electric Corporation, yang berafiliasi dengan AEG di Jerman, membangun sebuah proyek pembangkit di Mill Creek, California menggunakan 50 Hz, tetapi berubah menjadi 60 Hz setahun kemudian untuk mempertahankan pangsa pasar dengan standar Westinghouse.

25 Hz asal

Generator pertama di proyek Niagara Falls, dibangun oleh Westinghouse pada tahun 1895, adalah 25 Hz karena kecepatan turbin sudah ditetapkan sebelum transmisi listrik arus bolak-balik sudah pasti dipilih. Westinghouse akan memilih frekuensi rendah 30 Hz untuk menggerakkan beban motor, tetapi turbin untuk proyek tersebut telah ditetapkan pada 250 RPM. Mesin-mesin bisa saja dibuat untuk memberikan 16 ⅔ daya Hz cocok untuk motor komutator tipe berat tetapi perusahaan Westinghouse keberatan bahwa ini akan tidak diinginkan untuk penerangan, dan menyarankan ⅓ 33 Hz. Akhirnya suatu kompromi dari 25 Hz, dengan 12 tiang 250 RPM generator, dipilih. Karena proyek Niagara sangat berpengaruh pada desain sistem tenaga listrik, 25 Hz menang sebagai standar Amerika Utara untuk AC frekuensi rendah.

40 Hz asal

Sebuah studi menyimpulkan bahwa General Electric 40 Hz akan menjadi kompromi yang baik antara kebutuhan pencahayaan, motor, dan transmisi, mengingat bahan dan peralatan yang tersedia pada kuartal pertama abad ke-20. Beberapa 40 Hz sistem dibangun. Demonstrasi Lauffen-Frankfurt digunakan 40 Hz untuk daya pancar 175 km pada tahun 1891. Sebuah jaringan interkoneksi besar 40 Hz ada di Inggris utara-timur (dari Newcastle-upon-Tyne Electric Supply Company, NESCO) sampai datangnya dari Grid Nasional (Inggris) pada akhir tahun 1920, dan proyek-proyek di Italia digunakan 42 Hz. Komersial tertua terus-operasi pembangkit listrik tenaga air di Amerika Serikat, di Mechanicville, New York, masih menghasilkan tenaga listrik pada 40 Hz dan pasokan listrik untuk sistem transmisi lokal 60 Hz melalui pengubah frekuensi. tanaman industri dan pertambangan di Amerika Utara dan Australia kadang-kadang dibangun dengan sistem 40 Hz listrik yang dipertahankan sampai terlalu ekonomis untuk melanjutkan. Meskipun frekuensi dekat 40 Hz menemukan banyak penggunaan komersial, ini adalah dilewati oleh frekuensi standar 25, 50 dan 60 Hz disukai oleh produsen peralatan volume yang lebih tinggi.

Standardisasi

Pada hari-hari awal elektrifikasi, begitu banyak frekuensi yang digunakan tidak ada nilai satu menang (London pada tahun 1918 memiliki 10 frekuensi yang berbeda). Ketika abad ke-20 lanjutan, kekuasaan lebih banyak diproduksi pada 60 Hz (Amerika Utara) atau 50 Hz (Eropa dan sebagian besar Asia). Standardisasi diperbolehkan perdagangan internasional dalam peralatan listrik. Lama kemudian, penggunaan frekuensi standar memungkinkan interkoneksi dari jaringan listrik. Tidak sampai setelah Perang Dunia II dengan munculnya terjangkau barang-barang konsumsi listrik yang lebih seragam standar yang berlaku.

Di Inggris, pelaksanaan Grid Nasional pada 1926 memaksa standarisasi frekuensi antara saling banyak penyedia layanan listrik. 50 Hz standar benar-benar didirikan hanya setelah Perang Dunia II.

Karena biaya konversi, beberapa bagian dari sistem distribusi dapat terus beroperasi pada frekuensi asli bahkan setelah frekuensi baru dipilih. 25 Hz kekuasaan digunakan di Ontario, Quebec, utara Amerika Serikat, dan untuk listrik kereta api. Pada tahun 1950, banyak sistem 25 Hz, dari pembangkit sampai ke peralatan rumah tangga, telah dikonversi dan standar. Beberapa 25 Hz generator masih ada di Beck 1 dan stasiun pembangkit Rankine dekat Niagara Falls untuk menyediakan listrik untuk pelanggan industri besar yang tidak ingin mengganti peralatan yang ada, dan beberapa 25 Hz motor dan 25 Hz stasiun pembangkit listrik yang ada di New Orleans untuk pompa air banjir. Beberapa jalur kereta api gauge meter di Swiss beroperasi pada 16 ⅔ Hz, yang dapat diperoleh dari 50 lokal 3 grid power phase Hz melalui konverter frekuensi.

Dalam beberapa kasus, di mana beban yang paling adalah menjadi kereta api atau motor beban, itu dianggap ekonomi untuk menghasilkan listrik di 25 Hz dan menginstal konverter berputar selama 60 distribution.Converters Hz untuk produksi DC dari arus bolak lebih besar dan lebih efisien di 25 Hz dibandingkan dengan 60 Hz. fragmen Remnant sistem yang lebih tua dapat terikat ke sistem standar frekuensi melalui sebuah konverter rotari atau changer inverter frekuensi statis. Energi ini memungkinkan untuk dipertukarkan antara dua jaringan listrik pada frekuensi yang berbeda, namun sistem yang besar, mahal, dan mengkonsumsi energi beberapa di operasi.

penukaran frekuensi berputar-mesin yang digunakan untuk mengkonversi antara 25 Hz dan 60 Hz sistem yang canggung untuk merancang, sebuah mesin 60 Hz dengan 24 tiang akan berubah dengan kecepatan yang sama sebagai mesin Hz 25 dengan 10 tiang, membuat mesin besar, lambat kecepatan dan mahal. Sebuah rasio 60/30 akan disederhanakan desain ini, tapi dasar terinstal pada 25 Hz terlalu besar untuk secara ekonomi menentang.

Di Amerika Serikat, perusahaan Southern California Edison telah standar pada 50 Hz. Banyak dari California Selatan dioperasikan pada 50 Hz dan tidak benar-benar mengubah frekuensi generator dan peralatan pelanggan untuk 60 Hz sampai sekitar 1948. Beberapa proyek oleh Au Sable Electric Company menggunakan 30 Hz pada tegangan transmisi sampai 110.000 volt pada tahun 1914.

Di Meksiko, wilayah operasi pada 50 grid Hz dikonversi selama tahun 1970an, menyatukan negara di bawah 60 Hz.

Di Jepang, bagian barat negara (Kyoto dan barat) menggunakan 60 Hz dan bagian timur (Tokyo dan timur) menggunakan 50 Hz. Ini berasal dari pembelian pertama dari generator dari AEG pada tahun 1895, diinstal untuk Tokyo, dan General Electric di tahun 1896, dipasang di Osaka.

Utility Frekuensi di Gunakan pada 1897 di Amerika Utara
Siklus Deskripsi
140 Kayu busur-lampu dinamo
133 Stanley-Kelly Perusahaan
125 General Electric fase tunggal
66,7 Stanley-Kelly perusahaan
62,5 General Electric “monosiklik”
60 Banyak produsen, menjadi “peningkatan umum” pada 1897
58,3 General Electric Lachine Rapids
40 General Electric
33 General Electric di Portland Oregon untuk konverter berputar
27 Crocker-Wheeler untuk tungku kalsium karbida
25 Westinghouse Niagara Falls 2-fase – untuk operasi motor

Bahkan pada pertengahan abad ke-20, frekuensi utilitas masih tidak sepenuhnya standar pada 50 sekarang-common Hz atau 60 Hz. Pada tahun 1946, reference manual untuk desainer dari peralatan radio yang terdaftar frekuensi berikut usang sekarang sebagai digunakan. Banyak dari daerah juga memiliki siklus 50, 60 siklus atau pasokan arus searah.

Frekuensi di Gunakan pada tahun 1946 (Seperti halnya 50 Hz dan 60 Hz)
Siklus Daerah
25 Kanada (Ontario Selatan), Panama Canal Zone (*), Perancis, Jerman, Swedia, Inggris, Cina, Hawaii, India, Manchuria,
40 Jamaika, Belgia, Swiss, Inggris, Negara Federasi Melayu, Mesir, Australia Barat (*)
42 Cekoslovakia, Hungaria, Italia, Monako (*), Portugal, Rumania, Yugoslavia, Libya (Tripoli)
43 Argentina
45 Italia, Libya (Tripoli)
76 Gibraltar (*)
100 Malta (*), Afrika Timur Britania

Dimana daerah yang ditandai (*), ini adalah frekuensi utilitas hanya ditampilkan untuk wilayah itu.

Energi Nuklir, Pengertian dan Pemanfaatannya

Energi Nuklir dan Manfaatnya untuk Kemanusiaan

Masalah energi merupakan salah satu isu penting yang sedang hangat dibicarakan. Semakin berkurangnya sumber energi, penemuan sumber energi baru, pengembangan energi-energi alternatif, dan dampak penggunaan energi minyak bumi terhadap lingkungan hidup menjadi tema-tema yang menarik dan banyak didiskusikan. Pemanasan global yang diyakini sedang terjadi dan akan memasuki tahap yang mengkhawatirkan disebut-sebut juga merupakan dampak penggunaan energi minyak bumi yang merupakan sumber energi utama saat ini.

Dampak lingkungan dan semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah satu alternatif sumber energi baru yang potensial datang dari energi nuklir. Meski dampak dan bahaya yang ditimbulkan amat besar, tidak dapat dipungkiri bahwa energi nuklir adalah salah satu alternatif sumber energi yang layak diperhitungkan.

Isu energi nuklir yang berkembang saat ini memang berkisar tentang penggunaan energi nuklir dalam bentuk bom nuklir dan bayangan buruk tentang musibah hancurnya reaktor nuklir di Chernobyl. Isu-isu ini telah membentuk bayangan buruk dan menakutkan tentang nuklir dan pengembangannya. Padahal, pemanfaatan yang bijaksana, bertanggung jawab, dan terkendali atas energi nuklir dapat meningkatkan taraf hidup sekaligus memberikan solusi atas masalah kelangkaan energi.

Fisi Nuklir

Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme, yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui reaksi fusi. Di sini akan dibahas salah satu mekanisme produksi energi nuklir, yaitu reaksi fisi nuklir.

Sebuah inti berat yang ditumbuk oleh partikel (misalnya neutron) dapat membelah menjadi dua inti yang lebih ringan dan beberapa partikel lain. Mekanisme semacam ini disebut pembelahan inti atau fisi nuklir. Contoh reaksi fisi adalah uranium yang ditumbuk (atau menyerap) neutron lambat.

Reaksi fisi uranium seperti di atas menghasilkan neutron selain dua buah inti atom yang lebih ringan. Neutron ini dapat menumbuk (diserap) kembali oleh inti uranium untuk membentuk reaksi fisi berikutnya. Mekanisme ini terus terjadi dalam waktu yang sangat cepat membentuk reaksi berantai tak terkendali. Akibatnya, terjadi pelepasan energi yang besar dalam waktu singkat. Mekanisme ini yang terjadi di dalam bom nuklir yang menghasilkan ledakan yang dahsyat. Jadi, reaksi fisi dapat membentuk reaksi berantai tak terkendali yang memiliki potensi daya ledak yang dahsyat dan dapat dibuat dalam bentuk bom nuklir.

Reaksi Fisi BerantaiReaksi Fisi Berantai

Dibandingkan dibentuk dalam bentuk bom nuklir, pelepasan energi yang dihasilkan melalui reaksi fisi dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih berguna. Untuk itu, reaksi berantai yang terjadi dalam reaksi fisi harus dibuat lebih terkendali. Usaha ini bisa dilakukan di dalam sebuah reaktor nuklir. Reaksi berantai terkendali dapat diusahakan berlangsung di dalam reaktor yang terjamin keamanannya dan energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna, misalnya untuk penelitian dan untuk membangkitkan listrik.

Reaksi Fisi Berantai TerkendaliReaksi Fisi Berantai Terkendali

Di dalam reaksi fisi yang terkendali, jumlah neutron dibatasi sehingga hanya satu neutron saja yang akan diserap untuk pembelahan inti berikutnya. Dengan mekanisme ini, diperoleh reaksi berantai terkendali yang energi yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang berguna.

Reaktor Nuklir

Energi yang dihasilkan dalam reaksi fisi nuklir dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang berguna. Untuk itu, reaksi fisi harus berlangsung secara terkendali di dalam sebuah reaktor nuklir. Sebuah reaktor nuklir paling tidak memiliki empat komponen dasar, yaitu elemen bahan bakar, moderator neutron, batang kendali, dan perisai beton.

Skema Reaktor NuklirSkema Reaktor Nuklir

Elemen bahan bakar menyediakan sumber inti atom yang akan mengalami fusi nuklir. Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan bakar adalah uranium U. elemen bahan bakar dapat berbentuk batang yang ditempatkan di dalam teras reaktor.

Neutron-neutron yang dihasilkan dalam fisi uranium berada dalam kelajuan yang cukup tinggi. Adapun, neutron yang memungkinkan terjadinya fisi nuklir adalah neutron lambat sehingga diperlukan material yang dapat memperlambat kelajuan neutron ini. Fungsi ini dijalankan oleh moderator neutron yang umumnya berupa air. Jadi, di dalam teras reaktor terdapat air sebagai moderator yang berfungsi memperlambat kelajuan neutron karena neutron akan kehilangan sebagian energinya saat bertumbukan dengan molekul-molekul air.

Fungsi pengendalian jumlah neutron yang dapat menghasilkan fisi nuklir dalam reaksi berantai dilakukan oleh batang-batang kendali. Agar reaksi berantai yang terjadi terkendali dimana hanya satu neutron saja yang diserap untuk memicu fisi nuklir berikutnya, digunakan bahan yang dapat menyerap neutron-neutron di dalam teras reaktor. Bahan seperti boron atau kadmium sering digunakan sebagai batang kendali karena efektif dalam menyerap neutron.

Batang kendali didesain sedemikian rupa agar secara otomatis dapat keluar-masuk teras reaktor. Jika jumlah neutron di dalam teras reaktor melebihi jumlah yang diizinkan (kondisi kritis), maka batang kendali dimasukkan ke dalam teras reaktor untuk menyerap sebagian neutron agar tercapai kondisi kritis. Batang kendali akan dikeluarkan dari teras reaktor jika jumlah neutron di bawah kondisi kritis (kekurangan neutron), untuk mengembalikan kondisi ke kondisi kritis yang diizinkan.

Radiasi yang dihasilkan dalam proses pembelahan inti atom atau fisi nuklir dapat membahayakan lingkungan di sekitar reaktor. Diperlukan sebuah pelindung di sekeliling reaktor nuklir agar radiasi dari zat radioaktif di dalam reaktor tidak menyebar ke lingkungan di sekitar reaktor. Fungsi ini dilakukan oleh perisai beton yang dibuat mengelilingi teras reaktor. Beton diketahui sangat efektif menyerap sinar hasil radiasi zat radioaktif sehingga digunakan sebagai bahan perisai.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir terkendali di dalam reaktor nuklir dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik. Instalasi pembangkitan energi listrik semacam ini dikenal sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Skema Pembangkit Listrik Tenaga NuklirSkema Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Salah satu bentuk reaktor nuklir adalah reaktor air bertekanan (pressurized water reactor/PWR) yang skemanya ditunjukkan dalam gambar. Energi yang dihasilkan di dalam reaktor nuklir berupa kalor atau panas yang dihasilkan oleh batang-batang bahan bakar. Kalor atau panas dialirkan keluar dari teras reaktor bersama air menuju alat penukar panas (heat exchanger). Di sini uap panas dipisahkan dari air dan dialirkan menuju turbin untuk menggerakkan turbin menghasilkan listrik, sedangkan air didinginkan dan dipompa kembali menuju reaktor. Uap air dingin yang mengalir keluar setelah melewati turbin dipompa kembali ke dalam reaktor.

Untuk menjaga agar air di dalam reaktor (yang berada pada suhu 300oC) tidak mendidih (air mendidih pada suhu 100oC dan tekanan 1 atm), air dijaga dalam tekanan tinggi sebesar 160 atm. Tidak heran jika reaktor ini dinamakan reaktor air bertekanan.

Petir

Petir adalah peristiwa alam yang sering terjadi di bumi, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik air atau es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya lidah api listrik yang bercahaya terang yang terus memanjang kearah bumi dan kemudian diikuti suara yang menggelegar dan efeknya akan fatal bila mengenai mahluk hidup.

PROSES TERJADINYA PETIR
Terdapat 2 teori yang mendasari proses terjadinya petir :

  1. Proses Ionisasi
  2. Proses Gesekan antar awan

a. Proses Ionisasi

Petir terjadi diakibatkan terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan dan juga kejadian Ionisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan padat (es) menjadi cair.

Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menyambar permukaan bumi maka inilah yang disebut petir.

b.Gesekan antar awan

Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin, selama proses bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu dengan yang lainya , dari proses ini terlahir electron-electron bebas yang memenuhi permukaan awan. proses ini bisa digambarkan secara sederhana pada sebuah penggaris plastic yang digosokkan pada rambut maka penggaris ini akan mampu menarik potongan kertas.

Pada suatu saat awan ini akan terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi karena electron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi.

PERLINDUNGAN TERHADAP BAHAYA PETIR
Manusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam, salah satunya adalah Sambaran Petir. dan metode yang pernah dikembangkan:
1. Penangkal Petir Kovensional / Faraday / Frangklin

Kedua ilmuan diatas Faraday dan Frangklin mengketengahkan system yang hampir sama , yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding . Sedangkan system perlindunga yang dihasilkan ujung penerima / Splitzer adalah sama pada rentang 30 ~ 45 ‘ . Perbedaannya adalah system yang dikembangkan oleh Faraday bahwa Kabel penghantar terletak pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai penerima sambaran, Berupa sangkar elektris atau biasa disebut sangkar Faraday.

2. Penangkal Petir RadioAktif

Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir , dan dihasilkan kesimpulan bahwa petir terjadi karena ada muatan listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi , maka penggagalan proses ionisasi di lakukan dengan cara memakai Zat berradiasi misl. Radiun 226 dan Ameresium 241 , karena 2 bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang bisa menetralkan muatan listrik awan.

Sedang manfaat lain adalah hamburan ion radiasi akan menambah muatan pada Ujung Finial / Splitzer dan bila mana awan yang bermuatan besar yang tidak mampu di netralkan zat radiasi kemuadian menyambar maka akan condong mengenai penangkal petir ini.

Keberadaan penangkal petir jenis ini sudah dilarang pemakaiannya , berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi pemakaian zat beradiasi dimasyarakat.

3. Penangkal Petir Elektrostatic

Prinsip kerja penangkal petir Elektrostatik mengadopsi sebagian system penangkal petir Radioaktif , yakni menambah muatan pada ujung finial / splitzer agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar .

Perbedaan dari sisten Radioaktif dan Elektrostatik ada pada energi yang dipakai. Untuk Penangkal Petir Radioaktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan pada penangkal petir elektrostatik energi listrik dihasilkan dari Listrik Awan yang menginduksi permukaan bumi.

CARA KERJA PENANGKAL PETIR NEOFLASH

Mekanisme Kerja

Ketika awan bermuatan listrik melintas diatas sebuah bangunan yang terpasang penangkal petir neoFlash, maka elektroda penerima pada bagian samping penangkal petir neoFLASH ini mengumpulkan dan menyimpan energi listrik awan pada unit kapasitornya . Setelah energi ini cukup besar maka dilepas dan diperbesar beda potensialnya pada bagian Ion Generator.

Pelepasan muatan listrik pada unit Ion Generator ini di picu oleh sambaran, yakni ketika lidah api menyambar permukaan bumi maka semua muatan listrik di bagian ion generator dilepaskan keudara melalui Central Pick Up agar menimbulkan lidah api penuntun keatas ( Streamer leader ) untuk menyambut sambaran petir yang terjadi kemudian menuntunya masuk kedalam satu titik sambar yang terdapat unit Neoflash ini.

Kerja Simultan

Pada unit Penangkal Petir NeoFLASH secara simultan bekerja bergantian dari masing-masing unit penerima induksi , jumlahnya tergantung dari tipe dan modelnya. Bekerjanya secara bergantian dimana bila salah satu bagiang unit melepaskan muatan ke udara / streamer maka ada bagian yang dalam proses pengisian muatan awan.

Tentu akurasi dan kemampuan Penangkal Petir NeoFlash masih tergantung dari 2 hal pendukung instalasi, yaitu:
1. Kabel Penghantar harus minimal 50 mm
2. Grounding maksimal 5 Ohm

Bila 2 syarat pendukung ini sudah terpenuhi maka kemampuan penangkal petir neoflash akan maksimal.

ISTILAH ANTI PETIR

Anti Petir dan Penangkal Petir mungkin itu adalah istilah yang sudah salah kaprah dalam bahasa kita, kesan yang ditimbulkan dua istilah ini adalah aman 100 % terhadap petir, akan tetapi kejadiannya tidak demikian.

Dalam penanganan bahaya petir memang ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi, bilamana kita ingin solusi/penyelesaian total akan bahaya petir kita harus melihat faktor lain.

Sambaran Tidak Langsung pada bangunan yakni petir menyambar diluar areal perlindungan dari penangkala petir yang terpasang , kemudian arus petir ini merambat melalui instalasi listrik , kabel data atau apa saja mengarah ke bangunan. Akhirnya arus petir ini merusak unit peralatan listrik kita.

Masalah ini semakin runyam disaat ini karena peralatan elektronik menggunakan tegangan kerja kecil , DC , dan sensitiv.

Maka pada dasarnya pengaman sambaran petir langsung bukan membuat posisi kita aman 100 % terhadap petir, akan tetapi membuat posisi bangunan kita terhindar dari kerusakan fatal akibat sambaran Langsung, serta mengurangi efek kerusakan pada peralatan elektronik bila ada petir yang menyambar bangunan kita.

dikutip dari:

Petir

Overhead Groundwire, Perlindungan Transmisi Tenaga Listrik dari Sambaran Petir

Pendahuluan

Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan mengumpulnya uap air di dalam awan. Ketinggian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan temperatur bagian bawah sekitar 60 oF dan temperatur bagian atas sekitar – 60 oF. Akibatnya, di dalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es. Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan muatan negatif.

Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam awan, antara awan dengan awan, dan antara awan dengan bumi tergantung dari kemampuan udara dalam menahan beda potensial yang terjadi.

Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan di dalam awan bertambah besar, maka muatan induksi pun makin besar pula sehingga beda potensial antara awan dengan bumi juga makin besar. Kejadian ini diikuti pelopor menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor menaik dari bumi yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang dinamakan petir.

Panjang kanal petir bisa mencapai beberapa kilometer, dengan rata-rata 5 km. Kecepatan pelopor menurun dari awan bisa mencapai 3 % dari kecepatan cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10 % dari kecepatan cahaya.

Sistem Perlindungan Petir

Mengingat kerusakan akibat sambaran petir yang cukup berbahaya, maka muncullah usaha-usaha untuk mengatasi sambaran petir. Teknik penangkal petir pertama kali ditemukan oleh Benyamin Franklin dengan menggunakan interseptor (terminal udara) yang dihubungkan dengan konduktor metal ke tanah. Teknik ini selanjutnya terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang efektif.

Sekilas mengenai teknik penangkal petir, dikenal 2 macam sistem, yaitu :

1. Sistem Penangkal Petir

Sistem ini menggunakan ujung metal yang runcing sebagai pengumpul muatan dan diletakkan pada tempat yang tinggi sehingga petir diharapkan menyambar ujung metal tersebut terlebih dahulu. Sistem ini memiliki kelemahan di mana apabila sistem penyaluran arus petir ke tanah tidak berfungsi baik, maka ada kemungkinan timbul kerusakan pada peralatan elektronik yang sangat peka terhadap medan transien.

2. Dissipation Array System (DAS).

Sistem ini menggunakan banyak ujung runcing (point discharge) di mana tiap bagian benda yang runcing akan memindahkan muatan listrik dari benda itu sendiri ke molekul udara di sekitarnya. Sistem ini mengakibatkan turunnya beda potensial antara awan dengan bumi sehingga mengurangi kemampuan awan untuk melepaskan muatan listrik.

Sistem Perlindungan Petir Pada Transmisi Tenaga Listrik

Petir akan menyambar semua benda yang dekat dengan awan. Atau dengan kata lain benda yang tinggi akan mempunyai peluang yang besar tersambar petir. Transmisi tenaga listrik di darat dianggap lebih efektif menggunakan saluran udara dengan mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomisnya. Tentu saja saluran udara ini akan menjadi sasaran sambaran petir langsung. Apalagi saluran udara yang melewati perbukitan sehingga memiliki jarak yang lebih dekat dengan awan dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk disambar petir.

Selama terjadinya pelepasan petir, muatan positif awan akan menginduksi muatan negatif pada saluran tenaga listrik. Muatan negatif tambahan ini akan mengalir dalam 2 arah yang berlawanan sepanjang saluran. Surja ini mungkin akan merusak isolasi saluran atau hanya terjadi pelepasan di antara saluran-saluran tersebut.

Desain isolasi untuk tegangan tinggi (HV) dan tegangan ekstra tinggi (EHV) cenderung untuk melindungi saluran dari adanya tegangan lebih akibat surja hubung dan surja petir. Untuk tegangan ultra tinggi (UHV), desain isolasi lebih cenderung kepada proteksi terhadap surja hubung. Adanya tegangan lebih ini akan mengakibatkan naiknya tegangan operasi yang tentunya dapat merusak peralatan-peralatan listrik.

Dalam hal melindungi saluran tenaga listrik tersebut, ada beberapa cara yang dapat diterapkan. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan kawat tanah (overhead groundwire) pada saluran. Prinsip dari pemakaian kawat tanah ini adalah bahwa kawat tanah akan menjadi sasaran sambaran petir sehingga melindungi kawat phasa dengan daerah/zona tertentu.

Overhead groundwire yang digunakan untuk melindungi saluran tenaga listrik, diletakkan pada ujung teratas saluran dan terbentang sejajar dengan kawat phasa. Groundwire ini dapat ditanahkan secara langsung atau secara tidak langsung dengan menggunakan sela yang pendek.

Dalam melindungi kawat phasa tersebut, daerah proteksi groundwire dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1

Gambar 1. Daerah proteksi dengan menggunakan 1 buah groundwire

Dari gambar di atas, misalkan groundwire diletakkan setinggi h meter dari tanah. Dengan menggunakan nilai-nilai yang terdapat pada gambar tersebut, titik b dapat ditentukan sebesar 2/3 h.

Sedangkan zona proteksi groundwire terletak di dalam daerah yang diarsir. Di dalam zona tersebut, diharapkan tidak terjadi sambaran petir langsung sehingga di daerah tersebut pula kawat phasa dibentangkan.

Apabila hx merupakan tinggi kawat phasa yang harus dilindungi, maka lebar bx dapat ditentukan dalam 2 kondisi, yaitu :

Untuk hx > 2/3 h , bx = 0,6 h (1 – hx/h)

Untuk hx < 2/3 h , bx = 1,2 h (1 – hx/0,8h)

Dalam beberapa kasus, sebuah groundwire dirasa belum cukup untuk memproteksi kawat phasa sepenuhnya. Untuk meningkatkan performa dalam perlindungan terhadap sambaran petir langsung, lebih dari satu groundwire digunakan.

Bila digunakan 2 buah groundwire dengan tinggi h dari tanah dan terpisah sejauh s, perhitungan untuk menetapkan zona proteksi petir dilakukan seperti halnya menggunakan 1 buah groundwire. Gambar 2 menunjukkan zona perlindungan dari penggunaan 2 buah groundwire.

Gambar 2

Gambar 2. Zona perlindungan dari penggunaan 2 buah groundwire

Dari gambar tersebut, apabila ho menyatakan tinggi titik dari tanah di tengah-tengah 2 groundwire yang terlindungi dari sambaran petir, maka ho dapat ditentukan : ho = h – s/4

Sedangkan daerah antara 2 groundwire dibatasi oleh busur lingkaran dengan jari-jari 5/4 s dengan titik pusat terletak pada sumbu di tengah-tengah 2 groundwire.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa hadirnya groundwire dimaksudkan sebagai tempat sambaran petir langsung dan dapat melindungi kawat phasa. Zona perlindungan groundwire dapat dinyatakan dengan parameter sudut perlindungan, yaitu sudut antara garis vertikal groundwire dengan garis hubung antara groundwire dan kawat phasa. Jika sudut perlindungan tersebut dinyatakan dalam a dan tinggi groundwire adalah h, maka probabilitas sambaran petir pada groundwire (p) dapat ditentukan sebagai berikut :
log p = – 4

Dari persamaan tersebut, terlihat bahwa makin tinggi groundwire dan sudut perlindungan yang besar, akan mengakibatkan probabilitas tersebut meningkat. Untuk itu diperlukan pemilihan tinggi groundwire dan sudut perlindungan yang tepat untuk mendapatkan performa perlindungan yang baik dari sambaran petir.

Gambar 3

Gambar 3. Kurva ketinggian groundwire vs sudut perlindungan

Gambar 4

Gambar 4. Kurva probabilitas kegagalan perlindungan vs sudut perlindungan


Gambar 3 menunjukkan kurva antara ketinggian rata-rata groundwire vs sudut perlindungan rata-rata. Dari gambar tersebut terlihat daerah berwarna hitam merupakan daerah kemungkinan gagal dalam perlindungan.

Gambar 4 menunjukkan probabilitas kegagalan perlindungan dari sambaran petir ke saluran sebagai fungsi dari ketinggian groundwire dan sudut perlindungan.

Dengan demikian, kurva pada gambar 3 menunjukkan probabilitas kegagalan dalam perlindungan kurang dari 1 % (berdasar kurva gambar 4). Probabilitas ini berarti lebih kecil dari satu kali kegagalan dalam setiap 100 sambaran petir pada groundwire.

Untuk meningkatkan keandalan sistem ini, diperlukan pentanahan yang baik pada setiap menara listrik. Jika petir menyambar pada groundwire di dekat menara listrik, maka arus petir akan terbagi menjadi dua bagian. Sebagian besar arus tersebut mengalir ke tanah melalui pentanahan pada menara tersebut. Sedangkan sebagian kecil mengalir melalui groundwire dan akhirnya menuju ke tanah melalui pentanahan pada menara listrik berikutnya. Lain halnya jika petir menyambar pada tengah-tengah groundwire antara 2 menara listrik. Gelombang petir ini akan mengalir ke menara-menara listrik yang dekat dengan tempat sambaran tersebut.

Usaha Untuk Meningkatkan Performa Perlindungan

Usaha yang paling mudah untuk meningkatkan performa perlindungan adalah dengan menggunakan lebih dari satu groundwire. Dengan cara ini diharapkan petir akan selalu menyambar pada groundwire sehingga memperkecil probabilitas kegagalan perlindungan. Cara ini dapat disertai dengan menggunakan counterpoise, yaitu konduktor yang ditempatkan di bawah saluran (lebih sering dibenamkan dalam tanah) dan dihubungkan dengan sistem pentanahan dari menara listrik. Hasilnya, impedansi surja akan lebih kecil.

Usaha-usaha lainnya di antaranya :

  • Memasang couplingwire di bawah kawat phasa (konduktor yang disertakan di bawah saluran transmisi dan dihubungkan dengan sistem pentanahan menara listrik).
  • Mengurangi resistansi pentanahan menara listrik dengan menggunakan elektroda pentanahan yang sesuai.
  • Menggunakan arester.

Cara yang terakhir ini boleh dikatakan sebagai alat pelindung yang paling baik terhadap gelombang surja. Arester inilah yang terus dikembangkan oleh para ahli untuk mendapatkan performa perlindungan yang makin baik.

Kesimpulan

Pemakaian overhead groundwire dalam saluran transmisi tenaga listrik mempunyai harapan agar sambaran petir tidak mengenai kawat phasa. Luas zona/daerah perlindungan groundwire tergantung dari ketinggian groundwire itu sendiri. Probabilitas kegagalan dalam perlindungan akan naik dengan makin tingginya groundwire dan besarnya sudut perlindungan. Untuk itu diperlukan pemilihan ketinggian serta sudut perlindungan yang sesuai untuk mendapatkan perlindungan yang baik.

Peningkatan performa perlindungan transmisi tenaga listrik dari sambaran petir yang paling mudah dilakukan dengan menambah jumlah groundwire. Kombinasi pemakaian groundwire dengan peralatan-peralatan lainnya sangat diharapkan untuk memperoleh performa perlindungan yang lebih tinggi di antaranya dengan pemakaian arester yang merupakan alat pelindung modern.

Daftar Pustaka

  • “IEEE Application Guide for Surge Protection of Electric Generating Plants” dalam IEEE Std C62.23-1995.
  • Arismunandar, Artono, Teknik Tegangan Tinggi, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.
  • Frydenlund, M.M., Lightning : Protection for People and Property, Van Nostrand Reinhold, New York, 1993.
  • Garniwa, Iwa, Dasar Perencanaan Instalasi Penangkal Petir, Jurusan Elektro FTUI.
  • Jha, R.S., High Voltage Engineering, Dhanpat Rai & Sons, Delhi, 1981.
  • Razevig, D.V., High Voltage Engineering, Khanna-Publishers, Delhi, 1982.

Analisis Kegagalan Minyak Transformator

Isolasi berfungsi untuk memisahkan bagian bagian yang mempunyai beda tegangan agar supaya diantara bagian bagian tersebut tidak terjadi lompatan listrik (flsh-over) atau percikan (spark-over). Kegagalan isolasi pada peralatan tegangan tinggi yang terjadi pada saat peralatan sedang beroperasi bisa menyebabkan kerusakan alat sehingga kontinyuitas sistem menjadi terganggu. Dari beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kegagalan isolasi ini berkaitan dengan adanya partial discharge. Partial discharge ini dapat terjadi pada material isolasi padat, material ioslasi cair dan juga material isolasi gas. Mekanisme kegagalan pada material isolasi padat meliputi kegagalan asasi (intrinsik), elektro mekanik, streamer, termal dan kegagalan erosi. Pada material isolasi gas kegagalan terutama disebabkan oleh mekanisme Townsend dan mekanisme streamer. Sedangkan kegagalan pada material isolasi cair disebabkan oleh adanya kavitasi, adanya butiran pada zat cair dan tercampurnya material isolasi cair. Kegagalan material isolasi cair (Minyak Transformator) akan dijelaskan lebih lanjut.

Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair

Ada beberapa alasan mengapa isolasi cair digunakan, antara lain yang pertama adalah isolasi cair memiliki kerapatan 1000 kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas, sehingga memiliki kekuatan dielektrik yang lebih tinggi menurut hukum Paschen. Kedua isolasi cair akan mengisi celah atau ruang yang akan diisolasi dan secara serentak melalui proses konversi menghilangkan panas yang timbul akibat rugi energi. Ketiga isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika terjadi pelepasan muatan (discharge). Namun kekurangan utama isolasi cair adalah mudah terkontaminasi.

Beberapa macam faktor yang diperkirakan mempengaruhi kegagalan minyak transformator seperti luas daerah elektroda, jarak celah (gap spacing), pendinginan, perawatan sebelum pemakaian (elektroda dan minyak ), pengaruh kekuatan dielektrik dari minyak transformator yang diukur serta kondisi pengujian atau minyak transformator itu sendiri juga mempengaruhi kekuatan dielektrik minyak transformator.

Kegagalan isolasi (insulation breakdown, insulation failure) disebabkan karena beberapa hal antara lain isolasi tersebut sudah lama dipakai, berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena isolasi tersebut dikenakan tegangan lebih. Pada perinsipnya tegangan pada isolator merupakan suatu tarikan atau tekanan (stress) yang harus dilawan oleh gaya dalam isolator itu sendiri agar supaya isolator tidak gagal. Dalam struktur molekul material isolasi, elektron-elektron terikat erat pada molekulnya, dan ikatan ini mengadakan perlawanan terhadap tekanan yang disebabkan oleh adanya tegangan. Bila ikatan ini putus pada suatu tempat maka sifat isolasi pada tempat itu hilang. Bila pada bahan isolasi tersebut diberikan tegangan akan terjadi perpindahan elektron-elektron dari suatu molekul ke molekul lainnya sehingga timbul arus konduksi atau arus bocor. Karakteristik isolator akan berubah bila material tersebut kemasukan suatu ketidakmurnian (impurity) seperti adanya arang atau kelembaban dalam isolasi yang dapat menurunkan tegangan gagal.

Gradien tegangan dv/dx yang melalui sebuah isolator tidak konstan walaupun elektrodanya adalah pelat pelat sejajar, gradien tegangan paling curam terjadi dekat kepingan-kepingan. Bila dimensinya besar dibandingkan dengan jarak antara kedua pelat maka pada bagian tengah antara kedua pelat gradiennya seragam.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme kegagalan yaitu :

  • Partikel
  • Ketidak murnian memegang peranan penting dalam kegagalan isolasi. Partikel debu atau serat selulosa dari sekeliling dielektrik padat selalu tertinggal dalam cairan. Apabila diberikan suatu medan listrik maka partikal ini akan terpolarisasi. Jika partikel ini memiliki permitivitas e 2 yang lebih besar dari permitivitas carian e 1, suatu gaya akan terjadi pada partikel yang mengarahkannya ke daerah yang memiliki tekanan elektris maksimum diantara elektroda elektroda. Untuk partikel berbentuk bola (sphere) dengan jari jari r maka besar gaya F adalah :

    Jika partikel tersebut lembab atau basah maka gaya ini makin kuat karena permitivitas air tinggi. Partikel yang lain akan tertarik ke daerah yang bertekanan tinggi hingga partikel partikel tersebut bertautan satu dengan lainnya karena adanya medan. Hal ini menyebabkan terbentuknya jembatan hubung singkat antara elektroda. Arus yang mengalir sepanjang jembatan ini menghasilkan pemanasan lokal dan menyebabkan kegagalan.

  • Air
  • Air yang dimaksud adalah berbeda dengan partikel yang lembab. Air sendiri akan ada dalam minyak yang sedang beroperasi/dipakai. Namun demikian pada kondisi operasi normal, peralatan cenderung untuk mambatasi kelembaban hingga nilainya kurang dari 10 %. Medan listrik akan menyebabkan tetesan air yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis, tetesan itu menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total.

  • Gelembung
  • Pada gelembung dapat terbentuk kantung kantung gas yang terdapat dalam lubang atau retakan permukaan elektroda, yang dengan penguraian molekul molekul cairan menghasilkan gas atau dengan penguatan cairan lokal melalui emisi elektron dari ujung tajam katoda. Gaya elektrostatis sepanjang gelembung segera terbentuk dan ketika kekuatan kegagalan gas lebih rendah dari cairan, medan yang ada dalam gelembung melebihi kekuatan uap yang menghasilakn lebih banyak uap dan gelembung sehingga membentuk jembatan pada seluruh celah yang menyebabkan terjadinya pelepasan secara sempurna.

Sifat-Sifat Listrik Cairan Isolasi

Sifat sifat listrik yang menentukan unjuk kerja cairan sebagai isolasi adalah :

  • Withstand Breakdown kemampuan untuk tidak mengalami kegagalan  dalam kondisi tekanan listrik (electric stress ) yang tinggi.
  • Kapasitansi Listrik per unit volume yang menentukan permitivitas relatifnya.
  • Minyak petroleum merupakan subtansi nonpolar yang efektif karena meruapakan campuran cairan hidrokarbon. Minyak ini memiliki permitivitas kira-kira 2 atau 2.5 . Ketidak bergantungan permitivitas subtansi nonpolar pada frekuensi membuat bahan ini lebih banyak dipakai dibandingkan dengan bahan yang bersifat polar. Misalnya air memiliki permitivitas 78 untuk frekuensi 50 Hz, namun hanya memiliki permitivitas 5 untuk gelombang mikro.

  • Faktor daya
  • Faktor dissipasi daya dari minyak dibawah tekanan bolak balik dan tinggi akan menentukan unjuk kerjanya karena dalam kondisi berbeban terdapat sejumlah rugi rugi dielektrik. Faktor dissipasi sebagai ukuran rugi rugi daya merupakan parameter yang penting bagi kabel dan kapasitor. Minyak transformator murni memiliki faktor dissipasi yang bervariasi antara 10-4 pada 20 oC dan 10-3 pada 90oC pada frekuensi 50 Hz.

  • Resistivitas
  • Suatu cairan dapat digolongkan sebagai isolasi cair bila resitivitasnya lebih besar dari 109
    W-m. Pada sistem tegangan tinggi resistivitas yang diperlukan untuk material isolasi adalah 1016 W-m atau lebih.  (W=ohm)

Kekuatan Dielektrik

Kekuatan dielektrik merupakan ukuran kemampuan suatu material untuk bisa tahan terhadap tegangan tinggi tanpa berakibat terjadinya kegagalan. Kekuatan dielektrik ini tergantung pada sifat atom dan molekul cairan itu sendiri. Namun demikan dalam prakteknya kekuatan dielektrik tergantung pada material dari elektroda, suhu, jenis tegangan yang diberikan, gas yang terdapat dalam cairan dan sebagainya yang dapat mengubah sifat molekul cairan. Dalam isolasi cairan kekuatan dielektrik setara dengan tegangan kegagalan yang terjadi.

Dalam upaya memberikan gambaran tentang kekuatan dielektrik maka akan lebih memudahkan bila dua dielektrik seri ditinjau. Dalam hal ini medan dianggap seragam, arus bocor diabaikan dan konsentrasi fluks pada pinggiran juga diabaikan.

Oleh karena perpindahan (displacement) netral sama, maka :

En1 En2 Dn1=Dn2

e1En1=e2En2

x1 x2 En1=(v1/x1) dan En2=(v2/x2)

e1, e2 adalah permitivitas

v1, v2 adalah tegangan tiap dielektrik

Jika n buah dielektrik dalam hubungan seri maka gradien atau kuat medannya pada titik x adalah :

Jika terdapat lapisan udara, minyak dan padat yang tebalnya 0.5 inci dengan permitivitas masing-masing 1, 2 dan 4; tegangan V=280 kV. Berdasarkan rumus diatas gradien tegangan udara 320 volt/mil, minyak 160 volt/mil dan bahan padat 80 volt/mil. Oleh karena itu udara mulai gagal saat 54 volt/mil, minyak pada saat 200 volt/mil dan bahan padat pada saat 25- – 300 volt/mil.

Pengujian Kualitas Minyak Transformator

1.Pengujian kekuatan elektrik minyak Transformator

Kekuatan listrik merupakan karakteristik penting dalam material isolasi. Jika kekuatan listrik rendah minyak transformator dikatakan memiliki mutu yang jelek. Hal ini sering terjadi jika air dan pengotor ada dalam minyak transformator. Pengujian perlu dilakukan untuk mengetahui kegagalan minyak transformator.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji kegagalan ini antara lain:

  • Jarak elektroda 2.5 mm
  • Bejana dan elektroda harus benar-benar kering dan bersih setiap sebelum pengujian, elektroda harus dicuci dengan minyak transformator yang akan diuji.
  • Minyak yang akan diuji harus diambil dengan alat yang benar-benar bersih, minyak pertama yang keluar dibuang supaya kran-kran menjadi bersih. Minyak lama pada waktu pertama alirannya dibuang.
  • Botol tempat minyak transformator ditutup dengan lilin supaya kotoran dan uap air tidak masuk.

2. Pengujian Viskositas Minyak Transformator

    Viskositas minyak adalah suatu hal yang sangat penting karena minyak transformator yang baik akan memiliki viskositas yang rendah, sehingga dapat bersirkulasi dengan baik dan akhirnya pendinginan inti dan belitan trasformator dapat berlangsung dengan baik pula.

3.Titik Nyala (flash point)

    Temperatur ini adalah temperatur campuran antara uap dari minyak dan udara yang akan meledak (terbakar) bila didekati dengan bunga api kecil. Untuk mencegah kemungkinan timbulnya kebakaran dari peralatan dipilih minyak dengan titik nyala yang tinggi. Titik nyala dari minyak yang baru tidak boleh lebih kecil dari 135 oC, sedangkan suhu minyak bekas tidak boleh kurang dari 130 oC. Untuk mengetahui titik nyala minyak transformator dapat ditentukan dengan menggunakan alat Close up tester.

4.Pemurnian Minyak Transformator

    Minyak transformator dapat terkontaminasi oleh berbagai macam pengotor seperti kelembaban, serat, resin dan sebagainya. Ketidakmurnian dapat tinggal di dalam minyak karena pemurnian yang tidak sempurna. Pengotoran dapat terjadi saat pengangkutan dan penyimpanan, ketika pemakaian, dan minyak itu sendiri pun dapat membuat pengotoran pada dirinya sendiri.

Beberapa metode pemurnian minyak transformator dijelaskan dalam bagian berikut ini

a). Mendidihkan (boiling)

Minyak dipanaskan hingga titik didih air dalam alat yang disebut Boiler. Air yang ada dalam minyak akan menguap karena titik didih minyak lebih tinggi dari pada titik didih air. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana namun memiliki kekurangan. Pertama hanya air yang dipindahkan dari minyak, sedangkan serat, arang dan pengotor lainnya tetap tinggal. Kedua minyak dapat menua dengan cepat karena suhu tinggi dan adanya udara.Kekurangan yang kedua dapat diatasi dengan sebuah boiler minyak hampa udara (vacum oil boiler). Alat ini dipakai dengan minyak yang dipanaskan dalam bejana udara sempit (air tight vessel) dimana udara dipindahkan bersama dengan air yang menguap dari minyak. Air mendidih pada suhu rendah dalam ruang hampa oleh sebab itu menguap lebih cepat ketika minyak dididihkan dalam alat ini pada suhu yang relatif rendah. Alat ini tidak menghilangkan kotoran pada kendala pertama, sehingga pengotor tetap tinggal.

b). Alat Sentrifugal (Centrifuge reclaiming)

Air serat, karbon dan lumpur yang lebih berat dari minyak dapat dipindahkan minyak setelah mengendap. Untuk masalah ini memerlukan waktu lama, sehingga untuk mempercepatnya minyak dipanaskan hingga 45 – 55 oC dan diputar dengan cepat dalam alat sentrifugal. Pengotor akan tertekan ke sisi bejana oleh gaya sentrifugal, sedangkan minyak yang bersih akan tetap berada ditengah bejana. Alat ini mempunyai efesiensi yang tinggi. Alat sentrifugal hampa merupakan pengembangannya.Bagian utama dari drum adalah drum dengan sejumlah besar piring / pelat (hingga 50) yang dipasang pada poros vertikal dan berputar bersama-sama. Karena piring mempunyai spasi sepersepuluh millimeter, piring piring ini membawa minyak karena gesekan dan pengotor berat ditekan keluar.

c). Penyaringan (Filtering)

Dengan metode ini minyak disaring melalui kertas penyaring sehingga pengotor tidak dapat melalui pori-pori penyaring yang kecil, sementara embun atau uap telah diserap oleh kertas yang mempunyai hygroscopicity yang tinggi. Jadi filter press ini sangat efesien memindahkan pengotor padat dan uap dari minyak yang merupakan kelebihan dari pada alat sentrifugal. Walaupun cara ini sederhana dan lebih mudah untuk dilakukan, keluaran yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan alat sentrifugal yang menggunakan kapasitas motor penggerak yang sama. Filter press ini cocok digunakan untuk memisahkan minyak dalam circuit breaker (CB), yang biasanya tercemari oleh partikel jelaga (arang) yang kecil dan sulit dipisahkan dengan menggunakan alat sentrifugal.

d). Regenerasi (Regeneration)

Produk-produk penuaan tidak dapat dipindahkan dari minyak dengan cara sebelumnya. Penyaringan hanya baik untuk memindahkan bagian endapan yang masih tersisa dalam minyak. Semua sifat sifat minyak yang tercemar dapat dipindahkan dengan pemurnian menyeluruh yang khusus yang disebut regenerasi.

Dalam dengan menggunakan absorben untuk regenerasi minyak transformator sering dipakai di gardu induk dan pembangkit. Adsorben adalah substansi yang partikel partikelnya dapat menyerap produk produk penuaan dan kelembaban pada permukaannya. Hal yang sama dilakukan adsorben dalam ruang penyaring tabung gas yang menyerap gas beracun dan membiarkan udara bersih mengalir. Regenerasi dengan adsorben dapat dilakukan lebih menyeluruh bila minyak dicampur dengan asam sulfur.

    Ada dua cara merawat minyak dengan adsorben yaitu :

    Pertama, minyak yang dipanasi dapat dicampur secara menyeluruh dengan adsorben yang dihancurkan dan kemudian disaring.

    Kedua, minyak yang dipanaskan dapat dilewatkan melalui lapisan tebal adsorben yang disebut perkolasi.

    Adsorben untuk regenerasi minyak transformator terdiri dari selinder yang dilas dengan lubang pada dasarnya dimana adsorber ditempatkan dengan minyak yang dipanaskan (80-100o C) hingga mengalir ke atas melalui adsorber. Ketika minyak mengalir ke atas, filter tersumbat oleh partikel halus adsorber dan udara dibersihkan dari adsorber lebih cepat dan lebih menyeluruh pada awalnya. Adsorber yang digunakan untuk regenerasi minyak transformator kebanyakan yang terbuat silica gel dan alumina atau sejenis tanah liat khusus yang dikenal sebagai pemutih (bleaching earth), lempung cetakan (moulding clay).

    Transformator tentunya harus diistirahatkan (deenergized) ketika minyaknya akan dimurnikan atau diregenerasi dengan salah satu metode diatas, walaupun demikian hal di atas dapat dilaksanakan dalam keadaan berbeban jika dilakukan perlakuan khusus. Pengembangan metode regenerasi minyak transformator dalam kedaan berbeban adalah dengan filter pemindah pemanas (thermal siphon filter) yang dihubungkan dengan tangki minyak transformator. Filter ini diisi dengan adsorben sebanyak 1 % dari berat minyak transformator.

    Pengukuran Konduktivitas Arus Searah Minyak Tansformator

    Konduktivitas minyak (k) sangat tergantung pada kuat medan, suhu dan pengotoran. Nilai konduktivitas diakibatkan oleh pergerakan ion. Pengukuran k dapat menunjukkan tingkat kemurnian minyak transformator. Penguraian pengotor elektrolitik menghasilkan ion positif dan negatif . Untuk satu jenis ion dengan muatan q1 denmgan rapat ion n1 maka kontribusi rapat arus yang ditimbulkan pada kuat medan E yang tidak terlalu tinggi adalah :

    S1=q1n1v1
    S1=q1n1E

    dimana v1 dan n1 adalah kecepatan dan mobilitas ion. Mobilitas ion akan bernilai konstan hanya jika berlaku hukum Ohm. Jika terdapat kuat medan tertentu dalam medan dielektrik, maka akan berlangsung mekanisme kompensasi yang menyeimbangkan kerapatan berbagai jenis ion hingga tercapai keseimbangan antara penciptaan, rekombinasi serta kebocoran ion terhadap elektroda elektroda. Karena mobilitas ion yang berbeda, maka mekanisme juga berlaku dengan laju yang berbeda pula sehingga nilai k merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu dalam mengukur nilai k dianjurkan untuk menunggu beberapa saat misalnya 1 menit hingga mekanisme transien hilang.

    Susunan elektroda yang dgunakan dalam mengukur nilai k harus dilengkapi dengan elektroda cincin pengaman untuk menghilangkan pengaruh pada bidang batas dan arus arus permukaan yang dibumikan secara langsung.


    Gambar susunan elektroda untuk tegangan searah

    1.Elektroda tegangan tinggi
    2.Elektroda ukur
    3.Elektroda cincin pengaman

    Medan elektrik sedapat mungkin dibuat homogen. Disamping elektroda pelat umumnya digunakan elektroda selinder koaksial. Jika diterapkan tegangan U untuk medan homogen seluas A dan besar sel S maka nilai k dapat dihitung dari nilai arus I sebagai berikut

    k = (I.S) / U A

    Arus yang terukur umumnya berkisar beberapa kiloampere. Untuk itu dapat digunakan galvanometer kumparan putar yang peka ataupun pengukur arus dengan penguat elektronik yang jauh lebih peka.

    Pengukuran Faktor Dissipasi Minyak Transformator

    Rugi dielektrik dari suatu isolasi dengan kapasitansi C pada frekuensi jala jala w dapat dihitung dengan menggunakan faktor disipasi sebagai berikut :

    Pdiel = U2w C tan d

    Besar rugi dielektrik dapat diukur dengan jembatan Schering

    Gambar Jembatan Schering Rangkaian untuk mengukur Kapasitansi dan faktor
    dissipasi dengan jembatan Schering

    Kapasitansi Cx dan faktor dissipasi tan d harus diukur sebagai fungsi tegangan uji U dengan menggunakan rangkaian di atas. Tegangan yang dibangkitkan oleh transformator tegangan tinggi T diukur dengan kapasitor CM dan alat ukur tegangan puncak SM. Tabung uji diparalelkan dengan kapasitor standar dengan nilai kapasitansi C2 =28 pF.

    Tembus jembatan serat dalam minyak Isolasi

    Setiap bahan igolasi cair mengandung pengotor makroskopik berupa partikel partikel serta selulosa, kapas dan lain sebagainya. Jika partikel itu menyerap embun maka akan bekerja gaya yang bergerak menuju daerah dengan kuat medan yang lebih tinggi dan mengarahkannya sesuai dengan arah medan E. Muatan dengan polaritas yang berlawanan akan diinduksikan pada ujung ujungnya sehingga mengarah mengikuti arah medan. Kedaaan ini menciptakan saluran konduktif yang menjadi panas akibat rugi rugi resistif sehingga menguapkan embun yang terkandung dalam partikel. Tembus kemudian terjadi pada tegangan yang relatif rendah yang digambarkan sebagai tembus termal lokal pada bagian yang cacat.


    Gambar Jembatan Schering

    Prosedur Pengujian Tegangan Gagal Minyak Transformator dengan Berbagai Macam Elektroda.

    Berbagai macam elektroda yang digunakan untuk pengetesan ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil pengujian kegagalan minyak transformator dalam keadan volume minyak tertekan, medan seragam dan tak seragam.

    a. Pemrosesan Minyak Transformator (Oil processing)

      Kekuatan dielektrik dari minyak transformator sangat dipengaruhi oleh pemrosesan dan kondisi pengujian, karean menentukan kualitas dari minyak transformator selama pengujian. Sifat minyak akan hilang melalui uap lembab, gas, ketidakmurnian, dan pengisian kedalam tangki pengujian. Kualitas minyak harus dicek secara periodik dengan oil cup tester, sehingga dapat diperoleh informasi bahwa pengurangan kekuatan elektrik dari minyak transformator diabaikan jika tangki ditutup 4 hari. Jika kekuatan dielektrik minyak menurun dari nilai awal 65 kV/25 mm sampai 55 kV/2.5 mm, atau jika lebih dari 4 hari setelah diisi minyak, maka minyak harus diganti.

    b. Penerapan Tegangan

      Tegangan AC dan tegangan impuls biasanya digunakan dalam pengujian. Pengujian dengan tegangan AC dapat diperoleh dengan Steady voltage raising method dan Withstand voltage method, dengan kenaikan dari 5 sampai 10 % step, mulai 60 % dari ekspektasi breakdown voltage. Impuls voltage dibuat dengan up and down method dari 5 sampai 10 % step dari ekspektasi breakdown voltage. Probablitas pengujian kegagalan dapat diperoleh dalam 2 cara yaitu :
      • Tegangan AC naik pada kegagalan dengan kecepatan konstan 3 kV/sec. Prosedur ini diulang sampai 500 kali dalam interval 1 menit.
      • Voltage band antara 0 sampai 100 % breakdown voltage, yang dibagai dalam beberapa level.Tegangan Ac telah diaplikasi selama 1 menit 20 kali tiap level tegangan, sedangkan tegangan impuls telah diaplikasi 20 kali tiap level tegangan.

      Analisis Kegagalan Minyak Transformator

      Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan dielektrik minyak transformator antara lain fenomena stabilisasi, perawatan sebelum penggunaan minyak dan elektroda ,pengaruh kecepatan minyak, pengaruh kapasitansi paralel terhadap sel pengujian, dan pengaruh daerah elektroda dan jarak celah.

      1. Peralatan Percobaan

        Untuk memahami analisis yang dilakukan terlebih dahulu meninjau sekilas tentang prosedur dan alat percobaan yang dipakai dalam kegagalan minyak transformator.Ada 3 jenis elektroda yang sering digunakan dalam percobaan yaitu Elektroda baja yang ringan dan kecil (berdiameter 10 mm), Elektroda kuningan-Bruce profil dengan luas daerah yang datar dan Elektroda baja selinderis koaksial dengan jarak celah dalam rentang yang lebar.

      2. Prosedur pembersihan

        Persiapan elekroda pertama tama adalah pencucian dengan trichloroethylene, penggosokan permukaan secara standar dengan 1000 grade kertas silikon karbid, kemudian dicuci dalam campuran air panas dan larutan sabun, pengeringan dan pemindahan debu dengan karet busa sintetis, pembilasan dengan air panas dan air suling. Elektroda dikeringkan dalam kabinet berlainan udara yang bersekat-sekat dan akhirnya digosok dengan tissue kain tiras lensa dengan memakai acetone setelah itu memakai trichloroethylene. Sisa sambungan elektroda dicuci dengan air panas dan larutan sabun dan dibilas sesuai dengan prosedur diatas tiap kali setalah pengujian.

      3. Pengujian Elektrik

        Semua pengujian dilakukan dengan gelombvang sinus tegangan Ac dengan frekuensi 50 Hz.Tegangan yang diberian dinaikkan secara seragam dalam semua pengujian dengan hargarata rata 2 kV/detik. Sebuag CB dihubungkan ke sisi primer transformator dengan tujuan untuk memutus arus gangguan, yang jika arus gangguan dibiarkan terlalu lama akan mengakibatkan karbonisasi dan akan melubangi elektroda.

      4. Hasil Percobaan

      • Stabilisasi.
        Setelah pengujian berturut turut, kekuatan dielektrik rata rata minyak mencapai tingkat yang stabil. Stabiliasi ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti daerah elektroda, jarak celah, kualitas minya, energi yang dilepas dalam celah, elektroda pre treatment dan waktu antara kegagalan. Stabilisasi dipengaruhi oleh daerah elektroda. Untuk jenis elektroda baja selinderis yang besar, nilai stabil setelah kira kira 20 kegagalan, sedang untuk elektroda kuningan dan elektroda baja kecil, nilai menjadi stabil setelah kira kira 10 atau 5 kali kegagalan. Kualitas minyak dalam celah dapat berubah oleh sirkulasi yang kontiyu atau oleh perubahan porositas filter. Dalam banyak hal sirkulasi kontinyu minyak dalam celah selama pengujian dengan kecepatan 3 cm/detik meningkatkan persentase perbedaan antara kegagalan pertama dan tingkat stabil, tanpa merubah jumlah breakdown sebelum mencapai tingkat stabil. Stabilisasi juga dapat dikaitkan dengan pemindahan ketidak teraturan permukaan. Suatu perubahan pada porositas penyaring minyak (dari 6 m m ke 15 m m) hanya merubah persentase perbedaan antara nilai pertama dan nilai stabil (Plateu).Makin kasar permukaan elektroda maka makin lama periode stabilisasi. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa elektroda yang mendapat perlakuan gosokan kertas ampelas kualitas 320 mencapai nilai stabil setelah 15 atau 20 kali kegagalan, dan yang digosok dengan kertas ampelas kualitas terbaik praktis menunjukkan tiadanya stabilisasi. Beberapa stabilisasi dikarenakan terutama oleh pemindahan secara kasar gas yang diserap oleh permukaan elektroda selama perlakuan awal (pretreatment).
      • Kualitas Minyak , ketidak murnian minyak dapat diklasifikasikan kedalam empat (4) kelompok yaitu:
        • Partikel debu atau fiber terlah ada dalam cairan. Partikel ini menurunkan kekuatan dielektrik minyak dan partikel partikel ini dapat meloloskan diri dari proses filterasi jika ukurannya sangat kecil
        • Partikel yang dihasilkan oleh discharge terdahulu yang biasanya berupa partikel karbon yang dihasilkan dari penguraian minyak atau partikel metalik yang dipindahkan dari permukaan elektroda oleh discharge.
        • Air
        • Bahan tambahan (additive) yang sengaja diberikan kedalam minyak untuk merubah sifat elektrisnya.
        • Perilaku ketidak murnian dan atau ketidakmurnian dengan konstanta dielektrik yang lebih tinggi daripada cairan tertarik ke dalam daerah tekanan elektrik tinggi dan bahkan membentuk suatu partikel jembatan yang memungkinkan mengarah ke breakdown. Perubahan porositas filter minyak (dari 6 m m menjadi 15m m) menandai adanya pengurangan kekuatan dielektrik rata rata sekitar 12 % dengan pengujian menggunakan elektroda Bruce dengan jarak celah 1.2 mm dan 4mm.

        • Pengaruh Kapasitansi Eksternal.
        • Sumber impedansi yang terlihat pada pengujian lebar celah mencakup kapasitansi sumber tegangan dan kapasitansi dari dari sel pengujian. Kedua komponen ini mempengaruhi bentuk gelombang arus discharge pada saat breakdown. Komponen kedua dapa t dimodifikasi karena sel pengujian tergantung pada daerah elektroda dan lebar celah. Modifikasi dapat dilakukan dengan menambah secara paralel dengan sel pengujian berbagai macam nilai kapasitor.

        • Pengaruh Lebar Celah dan Daerah Elektroda
        • Hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pengaruh celah mendekati 80 kV/cm/dekade perubahan. Variasi rata rata tegangan breakdown dengan logaritma lebar celah dapat dinyatakan dengan hubungan persamaan V = K d n, dimana K adalah konstanta, d adalah lebar celah dan n adalah faktor eksponensial yang bernilai antara 0 dan 1.

        Kekuatan dielektrik turun dengan naiknya luasan daerah elektroda, namun pengurangan perdekade tidak akan bernilai yang sama untuk seluruh range daerah elektroda yang diuji. Hubungan yang tidak linier ini terjadi antara kekuatan dilektrik dan logaritma luasan elektroda yang diamati.

        Kesimpulan

        Dari hasil pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:

        1. Hasil pengujian kualitas minyak transformator tidak lepas dari sifat sifat listrik yang dimilikinya yaitu : permitivitas, resistivitas, faktor dissipasi daya dan kekuatan dielektrik.
        2. Pengujian minyak transformator dilakukan dengan menggunakan berbagai macam elektroda untuk mengetahui lebih rinci tentang kegagalan minyak transformator dalam kondisi tertekan, medan seragam maupun tak seragam.
        3. Aliran minyak terlihat penting dan mempengaruhi kegagalan minyak transformator walaupun dalam kecepatan yang hanya beberapa cm/detik.
        4. Membesarnya pengaruh lebar celah terhadap kekuatan dielektrik dikarenakan semakin cepatnya akumulasi partikel besar dalam celah yang memasuki volume tertekan melalui daerah medan seragam dan tak seragam pada pangkal elektroda.
        5. Percobaan dengan elektroda kuningan dan baja ringan menunjukkan bahwa kekuatan dielektrik tergantung pada beberapa macam faktor seperti stabilisasi, luasan elektroda, lebar celah, kecepatan pengaliran minyak dan kapasitani dari sel uji.

        Daftar Pustaka

        1. Arismunandar : “Teknik Tegangan Tinggi” ; Pradnya Paramita, Jakarta 1990.
        2. Danikas M.G : “Breakdown of Transformer Oil“; IEEE Electtrical Insulation Magazines Vol.6 No.5, September/October 1990.
        3. Edminister Joseph A :”Elektromagnetika-Schaum Series“; Erlangga Jakarta 1990.
        4. Kawaguchi, Y, et. Al :”Breakdown of Transformer Oil“; IEEE Trans. On Power App. Syst.Vol. PAS-91 No.1 p.9-19, 19972
        5. Kind Deter :” Pengantar Teknik Eksperimental Tegangan Tinggi“; ITB Bandung 1993
        6. Kind Deter :” High Voltage Insulation Technology“; Firedr. Vieweg & Sohn, 1985
        7. Tareev, B.M. :” Material for Electrical Engineering“; High School Publishing House Moscow, 1995.